Apa Jadinya Jika Kantor Punya Bos Sebuah Algoritma?

CNN Indonesia
Jumat, 14 Okt 2022 18:30 WIB
Kemungkinan penggunaan algoritma untuk tugas-tugas manajerial bisa saja terjadi.
Ilustrasi kecerdasan buatan. Penggunaan algoritma untuk tugas-tugas kantor semakin masif. Foto: Istockphoto/metamorworks
Jakarta, CNN Indonesia --

Prediksi mesin akan menggantikan manusia di sejumlah pekerjaan sudah banyak dibuat. Ternyata, hal itu berlaku pula untuk posisi-posisi yang prestisius.

Mengutip The Conversation, ada kemungkinan algoritma bisa menggantikan pekerjaan manajerial alias menjadi bos untuk manusia. Saat ini saja, sudah ada peningkatan penerapan algoritma untuk pekerjaan semisal menyeleksi aplikasi kerja, mengevaluasi pekerja, mendelegasikan pekerjaan, dan bahkan memecat karyawan.

Diprediksi, pendelegasian tugas atau pekerjaan kepada algoritma pun akan terus meningkat. Hal itu seiring dengan semakin canggihnya teknologi pemantauan semisal pada alat untuk memantau pergerakan karyawan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari segi efisiensi, penerapan algoritma ini menguntungkan bagi perusahaan. Uber misalnya, yang teknologinya bisa mengawasi 3,5 juta supir menurut laporan tahunan mereka.

Algoritma atau kecerdasan buatan juga bisa digunakan untuk mengoptimasi organisasi bisnis. Lagi-lagi hal itu sudah dilakukan Uber dengan teknologi peningkatan tarif saat jam-jam sibuk agar para supir termotivasi bekerja.

Hal tersebut mungkin dilakukan karena algoritma bisa memproses perubahan waktu terkini dari permintaan penumpang.

Akan tetapi, penerapan teknologi ini bukan tanpa masalah. Amazon telah menonaktifkan sistem penilaian CV mereka yang dinilai diskriminatif.

Sistem itu lebih sering memberi nilai tinggi kepada CV dari calon karyawan pria daripada wanita.

Di luar itu, ada isu lain seputar penerapan algoritma yakni transparansi. Algoritma klasik diprogram untuk membuat keputusan berdasarkan instruksi langkah demi langkah dan hanya mengeluarkan hasil yang diprogram.

Sementara itu, algoritma berbasis pemelajaran mesin belajar untuk membuat keputusan sendiri berdasarkan data. Itu artinya, mesin tersebut menjadi lebih kompleks seiring dengan waktu perkembangannya.

Contoh kasusnya adalah soal pemecatan. Jika alasan pemecatan oleh algoritma tidak transparan, akan ada kecurigaan moral. Apakah keputusan algoritma itu bias, korup, atau acak?

Selain itu, penerapan algoritma melebarkan ketimpangan kekuasaan antara pekerja dan perusahaan dengan melindungi penyalahgunaan kekuasaan dari tuntutan ganti rugi. Algoritma pun dianggap dapat memotong fungsi kritis manusia dari hubungan pekerjaannya.

Lantas bagaimana cara manusia menghadapi kemungkinan itu?

Mengutip Science Alert, risiko. yang dihadapi para pekerja terhadap algoritma telah menjadi fokus para peneliti, serikat perdagangan, dan pengembang software. Selain itu, solusi lain juga termasuk penilaian reguler tentang bagaimana algoritma berdampak terhadap pekerja.

Penerapan algoritma memang sering menguntungkan perusahaan. Namun itu bukan berarti pengabaian kesehatan para pekerjanya.

Lebih lanjut, pada kasus manusia, pekerja bisa menunjukkan nilai dirinya terhadap bos-bos di level manajemen. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah menerapkan hal yang sama terhadap algoritma.

[Gambas:Video CNN]

(lth/lth)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER