Pura-pura Bahagia Ternyata Tak Sia-sia, Ahli Buktikan Sebabnya
Pura-pura bahagia ternyata tak selamanya sia-sia dan melelahkan. Sains membuktikan hal itu ternyata membantu individu bisa benar-benar berbahagia.
Dikutip Science Alert, berpura-pura bahagia sudah dipertanyakan oleh naturalis Charles Darwin pada 1872. Ia meragukan apakah pura-pura bahagia mewakili kondisi emosional individu.
"Ekspresi bebas dengan tanda-tanda lahiriah dari sebuah emosi memperkuatnya. Bahkan simulasi emosi cenderung membangkitkannya dalam pikiran kita," tulis Darwin.
Para peneliti menulis berpura-pura tersenyum dapat mempengaruhi suasana hati individu karena orang menyimpulkan bahwa tersenyum secara otomatis mengaktifkan proses biologis yang terkait dengan emosi.
"Ada kemungkinan bahwa efek umpan balik wajah yang relatif kecil dapat terakumulasi menjadi perubahan yang berarti dalam kesejahteraan dari waktu ke waktu," tulis para peneliti.
"Namun, mengingat bahwa efek berukuran serupa dari gambar positif pada kebahagiaan belum muncul sebagai intervensi kesejahteraan yang serius, banyak (tetapi tidak semua) penulis makalah ini merasa tidak mungkin bahwa intervensi umpan balik wajah juga akan terjadi," sambung peneliti.
Dalam sebuah studi tahun 1988, para ahli meminta orang memegang pena dengan gigi mereka untuk mensimulasikan tersenyum atau dengan bibir mereka mensimulasikan ekspresi netral.
Studi tersebut menemukan tersenyum tanpa disadari membuat orang merasa lebih terhibur. Namun, meta-analisis 2016 yang mengumpulkan data dari 17 studi menggunakan trik tersebut menemukan tidak dapat meniru temuan aslinya.
Para peneliti telah melakukan penelitian lain dengan berbagai metode selama bertahun-tahun untuk meneliti apa yang tertulis di wajah kita memengaruhi perasaan kita.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Human Behavior, sekitar 3.800 sukarelawan dari 19 negara diminta untuk tersenyum atau mempertahankan ekspresi netral menggunakan beberapa petunjuk berbeda untuk menilai kebahagiaan mereka.
Jika sukarelawan mengetahui apa yang sedang dipelajari para peneliti, hal itu dapat memengaruhi penilaian terhadap intervensi tersenyum.
Peneliti meminta sukarelawan berpura-pura mempelajari bagaimana gerakan kecil memengaruhi kemampuan pemecahan matematika dan mengeluarkan instruksi umpan, seperti "Letakkan tangan kiri Anda di belakang kepala dan kedipkan mata Anda sekali per detik selama 5 detik."
Tiga intervensi tersenyum 5 detik yang berbeda dicampur dengan tugas umpan dalam urutan acak.
Lihat Juga : |
Untuk salah satu tugas ini, para sukarelawan harus meletakkan pena di antara gigi mereka atau memegangnya dengan bibir mereka. Hal ini adalah salinan dari studi tahun 1988 dengan sedikit penyesuaian.
Dalam eksperimen kedua, para sukarelawan menirukan foto seorang aktor yang tersenyum atau mempertahankan ekspresi kosong.
Kemudian eksperimen ketiga, peneliti meminta peserta untuk menunjukkan ekspresi bahagia dengan menggerakkan sudut bibir ke arah telinga dan mengangkat pipi atau mempertahankan postur wajah kosong.
Setelah setiap tugas, peserta menyelesaikan masalah matematika sederhana, kuesioner kebahagiaan dan kecemasan, dan survei kemarahan, kelelahan, dan kebingungan untuk "mengaburkan tujuan penelitian".
Perasaan bahagia terlihat meningkat dalam setiap intervensi tersenyum, tetapi efeknya lebih besar dalam tugas mimikri dan tindakan wajah daripada tugas pena-di-mulut.
Untuk mengontrol efek ini, para peneliti membandingkan tugas ekspresi saraf dengan tugas umpan aktif. Ini menunjukkan tersenyum lebih berdampak pada kebahagiaan daripada aktivitas sederhana lainnya yang melibatkan gerakan otot.
Setengah dari peserta melihat serangkaian gambar optimis untuk setiap tugas tersenyum selama percobaan. Hal ini menguji apakah efek tersenyum pada kebahagiaan lebih besar dengan adanya rangsangan positif.
Hasil penelitian menunjukkan efek kebahagiaan muncul, baik ada maupun tidak adanya rangsangan emosional.
(can/lth)