Melansir AFP, Menteri Iklim Pakistan Sherry Rehman menyebut pertemuan COP27 ini "merespons suara mereka yang rentan".
"Kami telah kerepotan selama 30 tahun dan hari ini di Sharm el Sheikh, perjalanan ini telah mencapai titik terang pertama," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakistan termasuk negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Suhu panas ekstrem dan banjir bandang melanda negara ini dalam beberapa tahun terakhir.
Mengutip situs resmi UNICEF, sekitar 33 juta penduduk dengan 16 juta di antaranya anak-anak telah terdampak oleh musim hujan lebat di Pakistan. Hujan itu menimbukan banjir dan longsor yang menghancurkan bendungan, rumah, lahan pertanian dan infrastruktur penting seperti jalan, jembatan, dan sekolah.
Selain itu, banjir juga mengancam sistem sanitasi dan persediaan air di negara tersebut. Akibatnya, warga mengalami kesulitan mendapat air bersih untuk minum meski sudah mendapat bantuan UNICEF.
Aliansi Negara Pulau Kecil (AOSIS), yang terdiri dari pulau-pulau yang keberadaannya terancam oleh kenaikan permukaan laut, mengatakan kesepakatan itu "bersejarah".
"Kesepakatan yang dibuat di COP27 merupakan kemenangan bagi seluruh dunia kita," kata Molwyn Joseph, dari Antigua dan Barbuda, yang sekaligus Ketua AOSIS.
"Kami telah menunjukkan kepada mereka yang merasa diabaikan bahwa kami mendengar Anda, kami melihat Anda, dan kami memberi Anda rasa hormat dan perhatian yang layak Anda dapatkan."
Hal yang berbeda dikatakan negara-negara maju.
Frans Timmermans, Wakil Presiden Uni Eropa, menyatakan pihaknya "kecewa" sekaligus mengatakan bahwa 80 negara telah mendukung perjanjian soal emisi.
"Apa yang kami hadapi di depan kami... tidak membawa usaha tambahan yang cukup dari para penghasil emisi utama untuk meningkatkan dan mengakselerasi pengurangan mereka," kata Timmermans.
Seorang pejabat Prancis menyebut kesepakatan itu "tidak dapat diterima" karena tidak cukup ambisius untuk mengurangi emisi karbon.
"Masalahnya adalah bahwa kepresidenan Mesir sedang mencoba mendorong melalui teks yang menghilangkan kewajiban negara-negara untuk secara teratur memperkuat target nasional mereka untuk memenuhi tujuan 1,5C," kata pejabat Prancis itu.
Alok Sharma dari Inggris, yang memimpin COP26 di Glasgow, mengatakan bagian energi telah "dilemahkan, pada menit-menit terakhir".
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan dia frustrasi karena pemotongan emisi dan penghentian bahan bakar fosil "dihalangi oleh sejumlah penghasil emisi besar dan produsen minyak."
Dikritik oleh beberapa delegasi karena kurangnya transparansi selama negosiasi, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, ketua COP27, mengatakan setiap langkah yang salah "tentu saja tidak disengaja", dan bahwa dia berusaha menghindari "kemunduran" dari pihak-pihak.
(lut/arh)