Efek David, Netizen Tanya Kelayakan Tunjangan Jumbo Pejabat Pajak

CNN Indonesia
Kamis, 23 Feb 2023 20:21 WIB
Ilustrasi. Netizen mempertanyakan kelayakan tunjangan besar pegawai pajak. (Istockphoto/Vergani_Fotografia)
Jakarta, CNN Indonesia --

Netizen ramai-ramai mempertanyakan kelayakan tunjangan kinerja jumbo buat pegawai pajak di tengah kasus penganiayaan David oleh anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Apa sebabnya?

Sebelumnya, seorang anak pejabat eselon III Ditjen Pajak, Mario Dendy Satrio, menjadi tersangka penganiayaan yang menyebabkan David koma. Ada peran teman perempuan Mario berinisial AG dalam kasus ini yang belum diungkap penyidik.

Akibat kasus ini, terungkap hobi tersangka yang pamer moge Harley Davidson hingga Jeep Rubicon di media sosial.

Kasus ini pun mendapat sorotan media sosial. Per Kamis (23/2) pukul 20.11 WIB, kata kunci 'David' menduduki peringkat 6 trending topic nasional dengan 250 ribu kicauan, 'Agnes' ranking 6 dengan 40 ribu kicauan, 'Rubicon' peringkat 9 dengan 28.500 tweet.

Tak ketinggalan, bapak dari tersangka, Rafael Alun Trisambodo, pun terbawa-bawa. Ia merupakan pegawai dengan pangkat Eselon III di Kanwil Jakarta Selatan II.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat negara (LHKPN), ia memiliki kekayaan Rp56 miliar atau empat kali lipat dari total harta kekayaan Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo.

Selain itu, ada sorotan terhadap tunjangan kinerja Eselon III yang angka tertingginya mencapai Rp46.478.000 per bulan.

Ironisnya, ada ketidakpatuhan LHKPN. Buktinya kedua tunggangan Mario itu tak masuk dalam laporan terakhir. Khusus Rubicon, mobil itu terdeteksi menggunakan pelat nomor palsu dan belum bayar pajak.

"Mobil pejabat @DitjenPajakRI tidak bayar pajak, tapi giliran saya rakyat kecil apa-apa suruh bayar pajak tepat waktu mana arti #pajakKitaUntukKita gak ada kita yang bayar pajak pejabat pajak gak bayar pajak. Ibu Sri Mulyani kenapa orang pajak n keuangan kaya semua," sindir akun @jupriya73242677.

Dengan sederet fakta itu, netizen ramai-ramai mempertanyakan; layakkah pejabat pajak mendapat tunjangan kinerja sebesar itu?

"Mengapa pemungut pajak dianggap layak mendapatkan gaji sebesar ini, sementara guru, dokter, dan mereka yang melayani masyarakat dianggap tidak layak?" kicau akun @ShofwanAlBanna.

"Kasus2 anekdotal membantah asumsi bhw gaji besar = less corruption, tapi bisa jadi anomali (atau bukan?). Perlu pembuktian yg lebih sistematis," lanjutnya.

Rafael sejauh ini belum terbukti melakukan pelanggaran apa pun terkait keuangannya. Namun, kasus ini membuka memori lama soal kasus-kasus petugas pajak kaya raya, misalnya Gayus Tambunan dan Angin Prayitno. 

"Mereka diberi gaji segitu gede dengan dalih supaya gak korupsi. Lha kalau logikanya begitu perampok mestinya juga dikasih gaji dong. Orang2 itu apa gak malu ya mereka dibayar gede untuk tidak mencuri?" cetus akun @arifamrizal.

Akun @zakie_mubarrok menyayangkan jika memang ada penyelewengan pajak demi kemewahan pejabat.

"Saya gak cemas bayar pajak, saya cuma kecewa oknum pegawai malah tidak bayar pajak, kecewa juga bila uang pajak dihambur2kan utk kegiatan unfaedah."

Warganet @mrtaufik19 pun menyindir kasus ini hanya bakal jadi pendorong peningkatan tunjangan dan gaji pegawai pajak yang lebih besar lagi dengan alasan integritas.

"gaji tunjangan bakal semakin ditingkatkan demi menjaga integritas pekerja pajak karena ternyata dg besaran sekarang masih kurang terjaga integritasnya. Ayo naikkan lagi sampai bisa buat beli yg lebih mahal lagi," cetusnya.

Bak sales

Secara umum, PNS Eselon III mendapat gaji pokok Rp 2.920.800 - Rp 4.797.000 (Eselon IIId). Sementara Eselon III di Ditjen Pajak mendapat tukin tertinggi Rp46.478.000 dan terendah Rp5.361.800 per bulan.

Secara total, pejabat Eselon III dengan posisi terendah bisa mengantongi penghasilan Rp8,26 juta per bulan. Eselon III tertinggi bisa mendapat Rp51,67 juta per bulan.

Meski begitu, tukin 100 persen tersebut bisa didapat jika target penerimaan pajak nasional setidaknya mencapai 95 persen atau lebih dari target penerimaan pajak.

Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, tukin 100 persen itu dicairkan pada tahun berikutnya selama satu tahun.

Akun @HariIniWinda menilai pemberian tukin besar itu terkait paradigma pegawai pajak bak sales. 

"Krn pajak dianggap pemasukan negara, negara dianggap seperti perusahaan. jd pegawai pajak di-treat seperti tim sales atau finance collection di suatu perusahaan. Siapa yg bisa menghasilkan uang di perusahaan, maka insentif dia lebih besar," urainya.

Netizen @kpertiwi29 memandang tunjangan atau gaji yang layak buat aparatur negara memang perlu diterapkan tak cuma di Ditjen Pajak.

"Saya pribadi mendukung semua pegawai sektor publik diberi gaji yg layak dan memotivasi. Kesuksesan reformasi birokrasi di DJP adl pilot project yg perlu segera direplikasi di instansi lainnya. Sektor publik membawa kepentingan publik dan jd kunci menjawab brbgai persoalan sosial."

Terkait kasus ini, Dirjen Pajak Suryo Utomo, dalam pernyataan resminya, Kamis (23/2), mengaku "mengecam segala tindak kekerasan maupun gaya hidup mewah".

Menurutnya, sikap pamer harta yang dilakukan oleh pegawai DJP dan keluarganya itu dapat menggerus tingkat kepercayaan terhadap integritas institusi.

Selain itu, gaya hidup mewah juga memberi stigma negatif terhadap seluruh jajaran DJP yang berjumlah lebih dari 45 ribu pegawai. Suryo percaya masih lebih banyak pegawai yang mempunyai integritas dan komitmen yang tinggi terhadap tugas-tugas di Ditjen Pajak.

(can/arh)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK