ChatGPT diketahui dapat menjawab berbagai pertanyaan, termasuk yang berkaitan dengan tugas dan ujian sekolah. Meski penggunaan macam ini bisa diprediksi, ChatGPT yang lebih canggih kemungkinan bisa membingungkan guru.
Potensi ChatGPT untuk digunakan menyontek ini pun membuat Departemen Pendidikan New York City memblok akses ke platform itu pada perangkat yang terhubung dengan internet di sekolah-sekolah negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih mempermudah pekerjaan manusia, platform dengan AI juga sempat bermasalah dengan hak cipta.
Perusahaan penyedia foto Getty Images mengumumkan gugatan terhadap Stability AI, perusahaan pembuat aplikasi foto seni AI populer Stable Diffusion.
Dalam gugatannya, Getty Image menuduh perusahaan teknologi tersebut melakukan pelanggaran hak cipta. Getty Image menuduh Stability AI menyalin dan memproses jutaan gambar milik mereka tanpa mendapatkan lisensi yang sesuai.
Perusahaan menilai Stability AI tidak mengejar lisensi dari Getty Images. Pihaknya pun menempuh jalur hukum karena menganggap pengembang mengejar keuntungan komersial sendiri.
Lihat Juga : |
Terlepas dari kecanggihan teknologi AI, sejumlah pengamat mengkhawatirkan penggunaan AI terutama dalam pertempuran yang terjadi di kota. Pasalnya, AI tak mengerti soal Hukum Konflik Bersenjata (Laws of Armed Conflict) dan bisa berpotensi menjadi robot pembunuh.
Di bidang militer, AI sendiri dibutuhkan "menyediakan bantuan robotik di medan pertempuran, yang dapat membuat pasukan mempertahankan atau melebarkan kapasitas tempur, tanpa perlu meningkatkan jumlah pasukan".
Singkatnya, sistem robotik akan mengerjakan tugas yang dianggap kasar atau terlalu berbahaya untuk manusia. Tugas-tugas itu antara lain memberi pasokan untuk pasukan, pembersihan ranjau, atau pengisian bahan bakar pesawat di udara.
Angkatan Udara AS (USAF) misalnya yang menerbangkan jet tanpa awak sebagai 'Loyal Wingman' untuk mendampingi jet yang dikemudikan manusia. Jet nirawak itu bertugas untuk melawan musuh, menuntaskan misi, atau membantu pilot melakukannya.
Selain itu, AI juga dianggap punya pandangan sempit tentang dunia sehingga mereka gagal menavigasi konflik di dalam kota. Alhasil, para ahli khawatir armada tempur berteknologi AI akan menjadi 'robot pembunuh'.
Tingkat kekhawatiran pun terbilang tinggi hingga membuat Human Right Watch meminta larangan penggunaan penuh AI otomatis untuk membuat keputusan krusial.
Mereka ingin ada larangan serupa terhadap AI, tak beda dengan larangan terhadap penggunaan senjata biologis dan kimiawi.
(can/arh)