Apa Bahaya Pemanasan Global? 'Virus Zombie' dari Permafrost Unjuk Gigi

CNN Indonesia
Kamis, 09 Mar 2023 19:31 WIB
Sejumlah pakar membangkitkan lagi virus-virus purba yang terpendam di lapisan permafrost. Bahaya terselubung pemanasan global.
Peneliti menggali lapisan permafrost Siberia. Zona ini disebut menyimpan potensi virus berbahaya. (Alfred-Wegener-Institut / Thomas Opel via web www.awi.de)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemanasan global punya bahaya besar; hidupnya kembali virus-virus yang terkubur di bawah tanah. Buktinya, sejumlah pakar mengaku sukses membangkitkan lagi organisme sel tunggal yang terpendam ribuan tahun di dalam lapisan permafrost.

Melansir National Geographic, permafrost adalah lapisan beku permanen di atas atau di bawah permukaan bumi. Permafrost biasa terdiri dari tanah, kerikil, dan pasir yang biasanya diikat oleh es.

Temperatur pada permafrost biasanya tetap atau di bawah 0 derajat celsius setidaknya selama dua tahun. Lapisan ini biasa ditemukan di Greenland, negara bagian Alaska (Amerika Serikat), Rusia, China dan Eropa Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketebalannya bisa mencapai dari 1 meter hingga lebih dari 1000 meter. Permafrost menutupi hampir 22,8 juta km persegi di Bumi belahan utara.

Menghangatnya suhu Bumi karena perubahan iklim mengancam keberadaan permafrost karena membuatnya mencair. Padahal di sana tersimpan beragam virus yang berasal dari zaman purba.

"Ada banyak hal terjadi dengan permafrost yang menjadi kekhawatiran. Dan, itu menunjukkan mengapa sangat penting untuk menjaga permafrost tetap beku sebisa mungkin," kata ilmuwan iklim NASA Jet Propulsion Laboratory, Kimberley Miner.

Penelitian soal potensi virus dari permafrost pun dilakukan profesor emeritus bidang medis dan genom Aix-Marseille University School of Medicine, Jean Michel Claverie.

Ia menguji sampel yang diambil dari permafrost Siberia untuk melihat potensi infeksi yang disimpan dari partikel virus di sana.

Hasilnya, Claverie telah menemukan apa yang disebutnya sebagai 'virus zombie'. Hasil penelitiannya itu telah dipublikasikan di jurnal MDPI dengan judul An Update on Eukaryotic Viruses Revived from Ancient Permafrost.

Dikutip dari CNN, Claverie dan timnya terinspirasi melakukan penelitian ini oleh tim ilmuwan Rusia. Pada 2012, tim itu berhasil membangkitkan lagi biji bunga liar berusia 30 ribu tahun yang ditemukan dari perut tupai.

Pada 2014, Claverie sukses membangkitkan virus yang diisolasinya dari permafrost. Tak hanya itu, dia juga berhasil membuat virus itu menginfeksi lagi untuk pertama kalinya setelah 30 ribu tahun.

Caranya, Claverie menyuntikkan virus tersebut ke sel yang dikultur (ditumbuhkan di luar jaringannya). Untuk keamanan, Claverie memilih mempelajari virus yang hanya bisa menargetkan amoeba bersel tunggal, bukan hewan atau binatang.

Claverie lalu mencoba lagi hal itu pada 2015. Kali ini, ia mengisolasi tipe virus berbeda yang juga menargetkan amoeba. Pada hasil riset terakhirnya, tim mengisolasi beberapa virus purba dari banyak sampel permafrost yang diambil dari tujuh tempat berbeda di Siberia.

Percobaan terakhir itu pun menunjukkan hasil yang sama; virus yang ditemukan dapat menginfeksi sel amoeba.

Beberapa virus tersebut mewakili sejumlah keluarga baru virus. Virus yang tertua berusia hampir 48.500 tahun, berdasarkan penanggalan radiokarbon pada tanahnya.

Virus tersebut diambil dari lapisan bawah tanah sedalam 16 meter dari permukaan. Di saat yang sama, virus termuda berusia 27 ribu tahun, ditemukan di sisa-sisa benda yang ada dalam perut gajah purba mamut (mammoth).

Keberhasilan virus-virus ini menginfeksi amoeba merupakan indikasi adanya potensi masalah yang lebih besar.

Claverie pun khawatir orang menganggap penelitiannya sebagai keingintahuan ilmiah dan tidak menganggap prospek virus kuno hidup kembali sebagai ancaman kesehatan masyarakat yang serius.

"Kami melihat virus yang menginfeksi amoeba ini sebagai perwakilan semua kemungkinan virus lain yang mungkin ada di permafrost," kata Claverie.

"Kami tidak tahu pasti bahwa mereka masih hidup. Tetapi dugaan kami adalah bahwa jika virus amoeba masih hidup, tidak ada alasan mengapa virus lain tidak akan hidup, dan mampu menginfeksi inangnya sendiri." ujarnya menambahkan.

Mungkinkah menginfeksi manusia?

Para ilmuwan mengaku belum mengetahui jawaban pertanyaan ini.

Kendati demikian, Claverie mengatakan, "risiko bisa saja meningkat dalam konteks pemanasan global, di mana pencairan permafrost akan terus meningkat dan di saat bersamaan ada lebih banyak orang menghuni wilayah Arktik usai kebangkitan industri."

Jejak infeksi virus purba ke manusia sebetulnya sudah tersimpan di permafrost. Pada 1997, sebuah sampel paru-paru dari tubuh wanita yang dkeluarkan dari permafrost berisikan material genom dari varian firus influenza yang menyebabkan pandemi 1918.

Pada 2012, para pakar juga mengonfirmasi temuan mumi wanita berumur 300 tahun yang dikubur di Siberia, berisikan tanda genetik virus yang menyebabkan cacar.

Lebih lanjut, wabah anthrax di Siberia yang berdampak kepada puluhan orang adan 2.000 rusa pada Juli dan Agustus 2016 disebut punya kaitan dengan pencairan permafrost.

Pencairan itu memungkinkan Bacillus anthracis untuk bangkit dari kuburan atau sisa-sisa binatang.

[Gambas:Video CNN]

(lth)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER