Alasan Candi Borobudur Berdiri Kuat Hingga Kini, Karena Putih Telur?

CNN Indonesia
Selasa, 23 Mei 2023 08:56 WIB
Rumor lama menyebut Candi Borobudur berdiri kuat hingga saat ini lantaran batu-batunya direkatkan dengan putih telur. Fakta atau hoaks?
Aksi Reresik Candi Borobudur, tahun lalu. Monumen ini kuat bukan karena putih telur. (ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Rumor lama menyebut Candi Borobudur kuat hingga kini lantaran susunan batuannya direkatkan dengan menggunakan putih telur. Para ahli mengungkapkan alasan sebenarnya.

Borobudur, yang dibangun di atas bukit pada ketinggian ± 270 m di atas permukaan laut yang terbagi dari tiga bagian dan 9 tingkatan, sendiri bakal jadi pusat perayaan Hari Waisak, 4 Juni.

Warga sejak lama mendapat asupan informasi yang salah dari mulut ke mulut soal konstruksinya. Hal yang sama terdeteksi di media sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kalo saya baca sejarah candi Borobudur, mereka merekatkan bangunan dengan putih telur, pokonya gitu deh kalo baca buku sejarah, lupa judul bukunya," kicau akun @_nicetoo.

"borobudur aja direkatkannya pake putih telur. kesimpulannya: borobudur adalah kue tart," imbuh akun @yuaizaka46.

"Katanya candi borobudur dilem pakai telur untuk membangunnya," kata akun @helmyedo.

"Tepung beras digunakan untuk menguatkan batu-bata yang menyusun Tembok Besar Cina sedangkan Borobudur dengan putih telur," tutur akun @CuteShah94.

Meluruskan asumsi yang beredar, Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mengungkap belum ada bukti penggunaan putih telur sebagai perekat di Candi Borobudur.

"Hingga kini, belum ditemukan informasi mengenai penggunaan putih telur sebagai perekat pada Candi Borobudur," kata Kementerian PUPUR lewat akun Twitternya.

Kementerian PUPR menyebut kuat berdiri hingga kini karena menggunakan teknik sambung pada batuannya. "Teknik ini seperti puzzle, batuan dipahat dengan teknik tertentu agar bisa saling tersambung dan mengunci."

Terdapat empat tipe sambungan di Candi Borobudur, yakni Ekor Burung, Taktikan, Alur Lidah, serta Purus dan Lubang.

"Dalam menentukan tipe sambungan yang akan digunakan, arsitek Candi Borobudur mempertimbangkan tekanan dan risiko geser," kata PUPR.

Ditumpuk tanpa perekat

Berdasarkan penelitian Tukijan pada tahun 2000 berjudul Kondisi Candi Borobudur Sebelum Pemugaran II, dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Candi Borobudur merupakan susunan binaan (buatan manusia) yang terbuat dari batuan vulkanik.

Batuan vulkanik yang terbentuk karena proses alam berwarna putih keabu-abuan ini kemudian diolah di masa lalu hingga membentuk sejumlah balok batu berukuran rata-rata 25 x 35 x 45 cm.

Bentuk bangunannya berupa bangunan berundak yang merupakan pengembangan dari bangunan periode prasejarah.

Cara mendirikan bangunan candi, yaitu setiap balok batu yang terdiri dari batu luar (batu luar) dan batu isian (batu dalam) lapis demi lapis disusun saling mengikat (tidak bareh).

Batuan itu disusun dengan cara "ditumpuk tanpa perekat hingga membentuk sebuah bangunan sesuai terlihat sekarang."

Di dalam susunan batu luar maupun batu isiannya, peneliti banyak ditemukan sistem perkuatan hubungan antar batu berupa takikan, getakkan, lobang dan pen, serta ekor burung, yang menggambarkan teknologi masa lalu untuk memperkuat stabilitas berdirinya bangunan.

Selain itu, dalam jurnal Upaya Pemugaran Candi Borobudur yang diterbitkan Balai Konservasi Borobudur tahun 2014 oleh Ismijono juga mengungkapkan sistem drainase di candi tersebut.

Sistem drainase pada candi menerapkan sistem saluran terbuka, yaitu air hujan jatuh langsung ke permukaan lantai.

Air dialirkan ke halaman melalui pancuran (gorgoyle) yang terdapat di setiap tingkat, lalu dibuang ke lereng bukit lewat saluran yang terdapat di halaman sekitar candi.

(can/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER