Alasan Planet Jupiter Gonti-ganti Pola Garis, Terkait Medan Magnet
Planet Jupiter kerap berganti pola garis setiap empat atau lima tahun sekali. Apa penyebab perilaku planet terbesar di Tata Surya itu?
Jupiter umumnya divisualisasikan sebagai sebuah planet raksasa dengan pita oranye dan kemerahan serta bintik merah besar. Namun, pola garis pada planet ini ternyata kerap berganti-ganti.
Pola garis pada planet tersebut terdiri dari awan amonia dan air di atmosfer yang mengandung hidrogen dan helium. Pola garis ini berhubungan dengan angin kencang yang bertiup ke arah timur atau barat.
Lihat Juga :101 SCIENCE Kenapa Banyak Laron di Lampu? |
Para ilmuwan juga mengaitkan pola garis tersebut yang panjangnya lebih dari 1.600 kilometer dengan perubahan variasi inframerah di dalam planet.
"Setiap empat atau lima tahun, banyak hal berubah. Warna-warna sabuk bisa berubah dan terkadang Anda melihat gejolak global ketika seluruh pola cuaca menjadi sedikit gila untuk sementara waktu, dan ini menjadi misteri mengapa hal itu terjadi," ujar Chris Jones, penulis studi sekaligus profesor di Sekolah Matematika di Universitas Leeds di Inggris dalam sebuah pernyataan.
Baru-baru ini para peneliti menemukan petunjuk penting lain yang menjadi penyebab berubahnya pola garis Jupiter, yakni medan magnet planet tersebut.
Dikutip dari Space, dengan menggunakan data dari wahana antariksa Juno NASA yang mengorbit Jupiter, tim ini mengaitkan variasi pola garis gas raksasa tersebut dengan perubahan medan magnetnya.
"Ada kemungkinan untuk mendapatkan gerakan seperti gelombang di medan magnet planet, yang disebut torsional oscillations (gerakan memilin). Hal yang menarik adalah, ketika kami menghitung periode torsional oscillations ini, mereka sesuai dengan periode yang Anda lihat dalam radiasi inframerah di Jupiter," tutur Jones.
Seperti halnya temuan sains lain, penemuan ini menghasilkan lebih banyak misteri.
"Masih ada ketidakpastian dan pertanyaan, terutama bagaimana tepatnya torsional oscillations menghasilkan variasi inframerah yang diamati, yang kemungkinan besar mencerminkan dinamika kompleks dan reaksi awan atau aerosol. Hal tersebut membutuhkan lebih banyak penelitian," kata Kumiko Hori, penulis utama studi dari Universitas Kobe, Jepang.
"Meskipun demikian, saya berharap makalah kami juga dapat membuka jendela untuk menyelidiki bagian dalam Jupiter yang tersembunyi, seperti yang dilakukan seismologi untuk Bumi dan heliosismologi untuk Matahari," tambah Hori.
(lth/lom/lth)