Suplai oksigen dan nutrisi dari Antartika, Kutub Selatan, mengalami penurunan karena melemahnya arus bawah laut di wilayah tersebut sejak 1990.
Arus ini, yang dikenal sebagai arus perairan Antartika, dihasilkan oleh air dingin dengan kepadatan tinggi dari benua Antartika hingga kedalaman di bawah 3.000 meter.
Air tersebut kemudian menyebar ke utara ke Samudra Pasifik dan Samudra Hindia bagian timur, mendorong jaringan arus yang disebut sirkulasi arus balik di belahan Bumi selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses ini memasok 40 persen perairan dalam (deep ocean) dunia dengan nutrisi dan oksigen segar.
Namun, suhu global yang memanas mengeluarkan volume besar air tawar yang tidak terlalu padat dari lapisan es Antartika yang memperlambat sirkulasi ini.
"Jika lautan memiliki paru-paru, [Antartika] ini akan menjadi salah satunya," ujar Matthew England, profesor dinamika lautan dan iklim di University of New South Wales di Sydney, Australia, yang berkontribusi dalam penelitian ini, dikutip dari Space.
Para peneliti di Inggris dan Australia berkolaborasi dalam sebuah studi yang diterbitkan pada Maret di jurnal Nature. Studi tersebut memperkirakan penurunan 40 persen kekuatan dasar laut Antartika pada 2050.
England dan para peneliti juga memperingatkan arus tersebut pada akhirnya bisa berhenti sama sekali.
"Kita berbicara tentang kemungkinan kepunahan jangka panjang dari massa air yang ikonik," kata England.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan pada Kamis (25/5) di jurnal Nature Climate Change, England dan rekan-rekannya bahkan mengaku sudah mengonfirmasi prediksi ini dengan pengamatan nyata di Cekungan Antartika Australia.
Wilayah ini membentang di perairan kutub antara Australia dan Antartika.
Para peneliti meneliti perubahan jumlah air dasar laut yang masuk ke dalam cekungan antara 1994 hingga 2017 dan mencatat penurunan kecepatan sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan arus laut dalam atau arus abisal mulai stagnan.
Berkurangnya sirkulasi di sekitar Antartika dapat memperlambat jaringan global arus abisal dan menjebak nutrisi dan oksigen di kedalaman laut. Akibatnya, hal ini akan berefek langsung pada kehidupan dan produktivitas laut.
"Hal yang menarik dari lautan adalah bahwa semua kehidupan laut yang kita miliki di permukaan, ketika mati, akan tenggelam ke dasar lautan, sehingga ada banyak air yang kaya nutrisi di jurang samudra," ujar England dalam sebuah video yang dibuat oleh Akademi Sains Australia.
"Jika kita memperlambat sirkulasi yang membawa air paling bawah itu kembali ke permukaan, kita memutus jalan bagi nutrisi untuk kembali ke permukaan untuk meregenerasi kehidupan laut," lanjutnya.
Menurut studi England dan rekan-rekannya, sekitar 276 triliun ton (250 triliun metrik ton) air dingin, asin, dan kaya oksigen tenggelam di sekitar Antartika setiap tahun.
Ketika iklim memanas, air lelehan es mengurangi kepadatan massa yang tenggelam ini, yang berarti lebih banyak air yang tetap berada di lapisan atas lautan.
"Wilayah ini memasok perairan abisal (amat dalam) di seluruh Pasifik dan cekungan India bagian timur, sehingga perubahan yang dikuantifikasi di sini kemungkinan akan berdampak pada sebagian besar samudra abisal global," tulis para peneliti.
(lom/arh)