Studi Ungkap Syarat Mobil Listrik Bisa Hambat Laju Pemanasan Global
Penggunaan kendaraan listrik (electronic vehicle/EV) bisa memperlambat laju pemanasan global namun dengan syarat tertentu.
Studi tentang hal itu dirilis oleh konsultan global Kearney yang ditugaskan oleh pembuat EV Polestar dan Rivian.
Studi ini menyebut target Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk membatasi peningkatan temperatur global di angka 1,5° celsius dari masa pra-industri "akan terlampaui setidaknya 75 persen pada 2050".
Studi ini dibuat menggunakan data open-source untuk memodelkan trajektori emisi yang berasal dari industri mobil saat ini. Dalam kesimpulannya, disebutkan harus ada usaha yang lebih di samping mengubah kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik.
Dilansir The Strait Times, kendaraan dengan penumpang menyumbang 15 persen dari semua emisi gas rumah kaca secara global.
IPCC menyatakan semua emisi gas rumah kaca harus dikurangi hingga 43 persen pada tahun 2030 dan laporan tersebut memperjelas bahwa industri otomotif "jauh dari jalur".
Disebutkan pula, jika populasi kendaraan bermotor di dunia semuanya dikonversi menjadi EV, industri tersebut masih akan melampaui target IPCC sebesar 50 persen pada 2050.
Namun demikian, masih ada usaha yang dapat dilakukan oleh industri otomotif. Salah satunya adalah meningkatkan energi terbarukan di jaringan listrik, dan yang lainnya mengurangi emisi gas rumah kaca dalam rantai pasokan manufaktur.
Pembangkit listrik
Alan Jenn, Assistant Professional Researcher in Transportation, University of California, dalam tulisannya di The Conversation menyebut aspek penting yang harus diingat dalam elektrifikasi sistem transportasi adalah soal seberapa bersih jaringan listriknya.
"China contohnya, menargetkan 20 persen kendaraannya menjadi kendaraan listrik pada 2025. Namun jaringan lisriknya masih sangat bergantung kepada batu bara," tulis Alan.
Alan sendiri ikut menyumbang hasil riset ke dalam laporan IPCC yang dirilis pada 4 April lalu.
Dalam penelitiannya terhadap transformasi transportasi, ia menemukan "bahwa dalam skenario yang paling agresif (transformasi transportasi) bisa mengurangi emisi gas rumah kaca global dari sektor transportasi sekitar 80 hingga 90 persen dari level saat ini pada 2050."
Selain itu, elektrifikasi kendaraan juga akan "menjanjikan" jika digabungkan dengan sistem sumber tenaga.
"Baterai di dalam kendaraan listrik punya potensi untuk berfungsi sebagai perangkat penyimpanan yang dapat membantu intermitensitas (intermittency) dari sumber energi terbarukan di sektor energi," tulis Alan.
Intermitensitas sendiri, seperti dikutip dari Energy X, adalah istilah yang digunakan untuk menyebut ketidakmampuan sumber energi terbarukan memproduksi secara konsisten energi di setiap jam selama satu hari.
Kendaraan besar
Alan mengungkap tantangan lebih besarnya adalah untuk mengubah kendaraan berbahan bakar fosil skala besar seperti truk tronton, kapal, dan pesawat menjadi berbahan bakar listrik.
Saat ini, bioenergi dan bahan bakar sintetis tengah diteliti sebagai pengganti bahan bakar fosil. Sayangnya, "Sebagian besar belum layak secara ekonomi, dan kemajuan substansial dalam teknologi masih diperlukan untuk memastikan karbon rendah atau nol." tulis Alan.
Di sisi lain, Alan juga mengungkap hal lain yang perlu dilakukan di samping solusi dekarbonisasi seperti perubahan perilaku dan sistemik.
"Perubahan perilaku dan sistemik lainnya juga akan diperlukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Saat ini, kita sudah berada di tengah perubahan itu," kata Alan.
(lth/arh)