Gempa bumi dengan Magnitudo 6,4 yang pusatnya tak jauh dari Bantul, DI Yogyakarta, memicu kerusakan banyak bangunan di sejumlah provinsi dan korban jiwa. Ahli beri penjelasan kenapa lindu ini bisa sejauh itu.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa ini terjadi pada Jumat (30/6) pukul 19.57.43 WIB. Pusatnya ada di Samudera Hindia sekitar 87,1 km barat daya - selatan Kota Bantul, DIY, pada kedalaman 25 km.
Per Sabtu (1/7) pukul 02.30 WIB, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY mengungkap gempa ini merrusak 137 bangunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang terbanyak adalah rumah warga, yakni mencapai 106 unit (102 di antaranya rusak ringan, sisanya rusak sedang). Selain itu, ada fasilitas ibadah lima unit, hingga tiga kandang ternak. Ada pula kerusakan jaringan listrik dan sejumlah unit travo.
BPBD DIY menyebut Kabupaten Gunungkidul menjadi daerah yang paling terdampak dengan jumlah kerusakan mencapai 79 unit, Bantul menyusul dengan 35 unit, Kulon Progo 20 unit, dan Sleman 3 unit.
Jumlah korban luka mencapai 9 orang, yang berasal dari Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan Kulon Progo. Sementara, satu korban meninggal dunia datang dari Bantul.
Gempa ini juga berdampak ke Jateng (102 rumah rusak) dan Jawa Timur (37 unit rusak, terbanyak di Pacitan), hingga beberapa kota di Jabar.
Kenapa bisa memicu kerusakan yang luas?
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, dalam konferensi pers daring, Jumat (30/6) malam, mengatakan episenter (permukaan Bumi yang tepat di atas sumber gempa) berlokasi di laut pada jarak 81 km arah Selatan Kota Wates, DIY pada kedalaman 67 km.
Menurut kedalamannya, gempa ini masuk kategori dangkal (0 - 70 km). Sementara, gempa bumi menengah pada 71 - 300 km, dan gempa bumi dalam lebih dari 300 km.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter (sumber atau pusat gempa di kedalaman lapisan Bumi)-nya, gempa yang terjadi itu akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Dikutip dari situs Magma ESDM, subduksi adalah proses pergerakan pada kerak bumi yang menimbulkan lekukan, lipatan, retakan, patahan, sehingga berbentuk tinggi rendah atau relatif pada permukaan bumi.
Ditambah dengan kedalaman gempa yang dangkal itu, Daryono menyebut energi yang diciptakan akibat subduksi memungkinkan membuat spektrum getaran meluas.
"Spektrumnya bisa meluas sehingga kita mendapatkan informasi gempa ini sampai terasa di Jawa Timur dan Jawa Barat," jelas dia.
Indonesia dilewati oleh tiga jalur lempeng tektonik, yakni Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik.
Lempeng benua dan lempeng samudera itu kadang saling mengunci sehingga menyebabkan pengumpulan energi yang berlangsung terus.
Suatu saat, batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan energi mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan pusat gempa DIY ini merupakan zona atau bidang kontak Lempeng Indo-Australia yang menumbuk di bawah Lempeng Eurasia.
"Karena itu merupakan zona yang kontak berarti itu zona yang lemah, yang kohesi (keterikatan)-nya juga rendah. Ini memungkinkan perambatan guncangan gempa ini melampar lebih luas," kata dia.
Daryono menambahkan sumber gempa (hiposenter) berada di bawah bidang kontak lempeng yang pecah, yakni bagian slab lempeng Indo-australia.
"Sehingga memiliki konten ground motion (guncangan permukaan) yang kuat. Gempa ini sangat mirip gempa selatan Jawa Timur 10 Apr 2021 yang menimbulkan kerusakan di 16 kabupaten/kota di Jawa Timur, kata dia.
Dia juga mengingatkan status Bantul, DIY, sebagai kawasan seismik aktif dan kompleks karena terletak pada jalur sumber gempa sesar aktif yaitu Sesar Opak yang memiliki potensi M 6,6.
Tak ketinggalan, kata Daryono, Bantul berdekatan dengan jalur sumber gempa Megathrust Segmen Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan potensi M 8,7.
Tanah lapuk di halaman berikutnya...