Ahli mengungkap penyakit antraks, yang sudah menimbulkan tiga korban meninggal di Gunungkidul, DI Yogyakarta, diklaim tidak menular seperti pilek. Simak cara-cara penularannya menurut ahli.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkap kasus hewan ternak mati akibat antraks di Gunungkidul, yakni di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, bahkan sudah terjadi sejak April.
Kenapa menular ke manusia? Otoritas mengungkap warga setempat memakan daging sapi yang tak sehat atau bahkan menggali ulang hewan mati yang sudah dikubur akibat sakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkap ada tiga orang meninggal. Mereka merupakan bagian dari 93 warga yang terindikasi positif antraks usai mengkonsumsi daging sapi yang tidak sehat atau mati karena sakit.
"Yang meninggal tiga orang di Semanu, yang Karangmojo tidak ada yang meninggal, tapi dalam pemeriksaannya positif ada antraks di dalam tubuhnya," kata Nadia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7).
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengungkapkan bagaimana cara antraks itu menular ke manusia.
"Orang terinfeksi antraks ketika spora masuk ke dalam tubuh. Ketika ini terjadi, spora dapat aktif dan menjadi bakteri antraks. Kemudian bakteri tersebut dapat berkembang biak, menyebar di dalam tubuh, menghasilkan toksin (racun), dan menyebabkan penyakit yang parah," tutur lembaga tersebut di situsnya.
Dikutip dari National Library of Medcine, spora merupakan sel yang dihasilkan jamur, tanaman (seperti lumut), dan bakteri tertentu yang berguna untuk memperbanyak diri dalam reproduksi.
Spora memiliki dinding yang tebal yang membuatnya tahan suhu tinggi, kelembapan, dan kondisi lingkungan lainnya.
Bagaimana spora bisa masuk ke tubuh dan menularkan antraks? CDC mengungkap setidaknya ada tiga jalur:
1. Menghirup spora
2. Memakan makanan atau air minum yang terkontaminasi spora.
3. Terinfeksi spora lewat luka di kulit.
"Antraks TIDAK menular. Anda tidak dapat tertular antraks dari orang lain seperti Anda terkena pilek atau flu. Dalam kasus yang jarang terjadi, penularan dari orang ke orang telah dilaporkan dengan antraks kulit, di mana pelepasan dari lesi kulit mungkin menular," tutur CDC.
Lembaga ini juga mengungkap beberapa aktivitas yang berpotensi antraks.
Pertama, beraktivitas di dekat hewan atau produk hewan yang terinfeksi. Produk-produk hewani itu contohnya wol, kulit, atau bulu hewan lainnya.
Saat kontak dekat, manusia bisa tertular lewat pernafasan (antraks inhalasi) dan kontak via kulit. Antraks inhalasi dapat terjadi ketika seseorang menghirup spora yang ada di udara (aerosol) selama pengolahan produk yang terkontaminasi itu.
Sementara, antraks via kulit dapat terjadi ketika pekerja yang menangani produk hewan yang terkontaminasi mendapatkan spora pada luka atau goresan di kulit mereka.
Kedua, makan daging mentah atau setengah matang dari hewan yang terinfeksi.
CDC menyebut orang semacam ini kemungkinan menderita antraks gastrointestinal. Ini biasanya terjadi di negara-negara yang ternaknya tidak divaksinasi secara rutin atau tidak diperiksa sebelum disembelih.
"Di Amerika Serikat, antraks gastrointestinal jarang dilaporkan. Ini karena vaksinasi ternak tahunan direkomendasikan di wilayah Amerika Serikat di lokasi yang pernah diserang antraks di masa lalu, dan karena pemeriksaan semua hewan makanan, yang memastikan mereka sehat pada saat penyembelihan."
Ketiga, metode penularan via jarum suntik atau injeksi, yang merupakan cara penularan terbaru yang ditemukan.
"Jenis antraks yang baru ditemukan adalah antraks injeksi. Jenis antraks ini terlihat di Eropa utara pada orang yang menyuntikkan heroin. Sejauh ini, tidak ada kasus antraks injeksi yang dilaporkan di Amerika Serikat," tandas CDC.
(tim/arh)