Pakar Temukan Virus Berusia 48.500 Tahun Masih Bisa Menginfeksi

CNN Indonesia
Senin, 13 Mar 2023 14:00 WIB
Meski sudah 'tua', virus berusia 48.500 tahun ternyata masih bisa menginfeksi. Apakah ia berbahaya untuk manusia?
Ilustrasi. Pakar menemukan virus berusia 48.500 tahun dari permafrost ternyata masih bisa menginfeksi. (iStockphoto/Dr_Microbe)
Jakarta, CNN Indonesia --

Para pakar menemukan virus yang terkubur pada lapisan permafrost ternyata masih bisa menginfeksi makhluk hidup bersel tunggal seperti amoeba. Mereka pun menyebut virus ini dengan sebutan virus zombie.

Melansir National Geographic, permafrost adalah lapisan beku permanen di atas atau di bawah permukaan bumi. Permafrost biasa terdiri dari tanah, kerikil, dan pasir yang biasanya diikat oleh es.

Temperatur pada permafrost biasanya tetap atau di bawah 0 derajat celsius setidaknya selama dua tahun. Lapisan ini biasa ditemukan di Greenland, negara bagian Alaska (Amerika Serikat), Rusia, China dan Eropa Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketebalannya bisa mencapai dari 1 meter hingga lebih dari 1000 meter. Permafrost menutupi hampir 22,8 juta km persegi di Bumi belahan utara.

Menghangatnya suhu Bumi membuat lapisan permafrost mencair. Hal tersebut menyebabkan bangkai-bangkai hewan purba yang menyimpan beragam virus muncul ke permukaan.

Melansir Science Alert, profesor Prancis Jean-Michel Claerie menemukan varian virus berusia 48 ribu tahun yang membeku di lapisan permafrost di Siberia. Varian tertua virus itu berumur 48.500 tahun, yang diambil dari lapisan danau bawah tanah.

Ia juga menemukan virus termuda berusia 27 ribu tahun yang ditemukan pada bangkai mammoth.

Claverie lalu melakukan penelitian terhadap virus-virus tersebut. Hasil penelitian yaitu telah dipublikasikan di jurnal MDPI dengan judul An Update on Eukaryotic Viruses Revived from Ancient Permafrost.

Dikutip dari CNN, Claverie dan timnya terinspirasi melakukan penelitian ini oleh tim ilmuwan Rusia. Pada 2012, tim itu berhasil membangkitkan lagi biji bunga liar berusia 30 ribu tahun yang ditemukan dari perut tupai.

Dari penelitiannya pada 2014 itu, Claverie menemukan, virus-virus tersebut masih dapat menginfeksi inangnya. Caranya, Claverie menyuntikkan virus tersebut ke sel yang dikultur (ditumbuhkan di luar jaringannya).

Untuk keamanan, Claverie memilih mempelajari virus yang hanya bisa menargetkan amoeba bersel tunggal, bukan hewan atau binatang.

Claverie lalu mencoba lagi hal itu pada 2015. Kali ini, ia mengisolasi tipe virus berbeda yang juga menargetkan amoeba.

Pada hasil riset terakhirnya, tim mengisolasi beberapa virus purba dari banyak sampel permafrost yang diambil dari tujuh tempat berbeda di Siberia. Percobaan terakhir itu pun menunjukkan hasil yang sama; virus yang ditemukan dapat menginfeksi sel amoeba.

Terkait kemungkinan menginfeksi manusia, Claverie mengatakan, "risiko bisa saja meningkat dalam konteks pemanasan global, di mana pencairan permafrost akan terus meningkat dan di saat bersamaan ada lebih banyak orang menghuni wilayah Arktik usai kebangkitan industri."

Jejak infeksi virus purba ke manusia sebetulnya sudah tersimpan di permafrost. Pada 1997, sebuah sampel paru-paru dari tubuh wanita yang dikeluarkan dari permafrost berisikan material genom dari varian firus influenza yang menyebabkan pandemi 1918.

Pada 2012, para pakar juga mengonfirmasi temuan mumi wanita berumur 300 tahun yang dikubur di Siberia, berisikan tanda genetik virus yang menyebabkan cacar.

Lebih lanjut, wabah anthrax di Siberia yang berdampak kepada puluhan orang adan 2.000 rusa pada Juli dan Agustus 2016 disebut punya kaitan dengan pencairan permafrost.

Pencairan itu memungkinkan Bacillus anthracis untuk bangkit dari kuburan atau sisa-sisa binatang.

(lth)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER