Pada 1989, Badai Matahari besar disertai lontaran massa korona (CME) menghantam Bumi, membuat seluruh provinsi Quebec, Kanada mengalami pemadaman listrik selama 12 jam.
Ledakan badai matahari memicu badai geomagnetik di Bumi, menghasilkan aurora borealis, atau cahaya utara yang dapat dilihat hingga ke selatan Florida dan Kuba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badai matahari juga dapat memancarkan partikel bermuatan yang bergerak cepat, yang membawa banyak energi dan dapat membahayakan astronaut dan wahana antariksa yang mengorbit Bumi.
Selama badai ini, para astronaut di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) harus mencari tempat berlindung sehingga semua aktivitas di luar angkasa dihentikan.
Sistem yang peka terhadap radiasi pada satelit dimatikan sampai badai radiasi berlalu.
Makalah karya Sangeetha Abdu Jyothi, pakar ilmu komputer di University of California, AS, 2021, mengungkap Badai Matahari super berpotensi memicu gangguan internet yang parah. Peluangnya mencapai 1,6 persen hingga 12 persen per dekade.
Menurutnya, CME dapat menghasilkan arus induksi geomagnetik (GIC) di permukaan Bumi melalui induksi elektromagnetik.
"Dalam kasus ekstrem," jelas Abdu Jyothi dikutip dari situs universitasnya, "GIC berpotensi masuk dan merusak kabel jarak jauh yang merupakan tulang punggung (backbone) Internet."
Gangguan internet, katanya, selama satu hari di AS saja diperkirakan memicu kerugian lebih dari US$7 miliar. "Bagaimana jika jaringan tetap (fixed broadband) tidak berfungsi selama berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan?" cetus Jyouthi.
Dia kemudian menyarankan sejumlah cara untuk "mengelola bahaya" fenomena itu, tetapi penelitiannya masih berlangsung.
"Saya melihat beberapa langkah selanjutnya, termasuk mengembangkan model yang lebih baik untuk kegagalan peralatan jaringan, memahami perilaku ujung-ke-ujung aplikasi Internet selama partisi jaringan skala besar, dan solusi untuk menghubungkan kembali Internet yang dipartisi," tutur dia.
(can/arh)