Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkap alasan fenomena iklim El Nino Juli ini belum signifikan. Menurutnya, periode El Nino baru memasuki tahap awal.
"El Nino baru berlangsung satu bulan yaitu Juni 2023. Jadi sebetulnya kita belum bisa menilai signifikansi dampak El Nino," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (11/7) malam.
El Nino menyebabkan musim kemarau masuk ke dalam kategori musim kemarau kering. Namun hingga awal Juli ini, hujan masih tetap turun meski hanya di beberapa daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikhtisar Cuaca Harian BMKG menunjukkan Indeks NINO 3.4 menunjukkan angka +0.94 yang berarti tidak signifikan (El Nino lemah).
Mengutip makalah Sri Endah Ardhi berjudul 'Analisis Hubungan Indeks NINO 3.4 dengan Curah Hujan di Jawa Tengah', Indeks NINO 3.4 merupakan indeks yang paling umum digunakan untuk mendefinisikan kejadian El Niño dan La Niña.
El Nino mengurangi curah hujan di Indonesia, dan La Nina sebaliknya. Namun, intensitasnya bervariasi tergantung lokasi dan kondisi lokal.
Dwikorita mengatakan El Nino sebetulnya sudah aktif sejak Juni lalu. Ia juga mengakui El Nino belum berdampak terhadap curah hujan di Indonesia, "yang ditunjukkan oleh kondisi curah hujan yang masih banyak terjadi."
Menurut Dwikorita ada beberapa hal yang menyebabkan El Nino belum berdampak signifikan.
"Hal ini disebabkan karena atmosfer belum merespons terhadap penyimpangan suhu muka laut yang terjadi di Samudra Pasifik," katanya.
Ia pun mengungkap angka indeks osilasi selatan atau Southern Oscilation index (SOI) yang biasa digunakan untuk memantau pergerakan massa udara dari Samudra Pasifik menuju wilayah Indonesia pada Juni.
"Menunjukkan angka -1 yang termasuk pada kategori Netral, range netral -8 sampai 8," Dwikorita menambahkan.
Indek di atas mengindikasikan pemanasan suhu muka laut di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur "belum memengaruhi aliran massa udara dari Samudra Pasifik menuju Indonesia."
"Sehingga belum menyebabkan terjadinya pengurangan curah hujan," kata dia.
Meski demikian, Dwikorita mengungkap 60 persen daerah zona musim di Indonesia sebetulnya sudah memasuki musim kemarau, termasuk Aceh, Sumatra Utara, DKI Jakarta, dan Papua.
(can/lth)