Hujan meteor Perseid aktif setiap tahun sejak pertengahan Juli hingga akhir Agustus. Tahun ini, hujan meteor itu akan mencapai puncaknya pada 13 Agustus.
Tahun 2023 pun akan menjadi tahun yang baik untuk Perseids karena cahaya Bulan hanya akan memiliki tingkat kecerahan 10 persen. Artinya, tidak terlalu mengganggu pengamatan hujan meteor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Space, hujan meteor Perseid terjadi ketika Bumi melewati puing-puing yang ditinggalkan Komet Swift-Tuttle yang terakhir kali melintas dekat Bumi pada 1992.
Puncak Perseids terjadi saat Bumi melewati area terpadat dan paling berdebu pada tanggal 11-12 Agustus.
Hujan meteor ini diketahui memiliki intensitas mencapai 150-200 meteor per jam. Namun, menurut NASA, rata-rata meteor yang melesat biasanya sekitar 100 meteor per jam.
Pada 2022, Perseids dipengaruhi oleh Bulan purnama yang menyinari langit dan memudarkan meteor yang lebih redup. Namun, tahun ini pemandangannya akan jauh berbeda.
Lihat Juga : |
Micromoon, lawannya supermoon, akan terjadi saat Bulan Baru pada 16 Agutus. Sebutan Micromoon bisa untuk ketika Bulan Purnama atau pun Bulan Baru. Yang penting bertepatan dengan apogee atau titik terjauh Bulan-Bumi.
Bulan mengorbit Bumi dalam lintasan elips, yang berarti satu sisi lintasan lebih dekat ke Bumi daripada sisi lainnya. Titik di orbit Bulan yang paling dekat dengan Bumi disebut perigee, sedangkan titik di orbit yang paling jauh dari Bumi disebut apogee.
Lantaran berada pada jarak Bumi-Bulan yang lebih jauh dari biasanya, micromoon tampak lebih kecil sekitar 14 persen daripada supermoon.
Selain itu, area yang disinari tampak 30 persen lebih kecil, sehingga benda langit ini mungkin terlihat sedikit kurang terang.
Berdasarkan keterangan Organisasi Penerbangan dan Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bulan akan berada di titik terjauh dari Bumi pada 16 Agustus pukul 16.38 WIB/17.38 WITA/18.38 WIT.
Jarak Bumi-Bulan saat itu mencapai 406.633 km. Bandingkan dengan jarak saat supermoon 31 Agustus, 357.341 km.
Fenomena langit lain yang akan terjadi pada Agustus adalah oposisi Saturnus. Artinya, planet bercincin ini akan berada di arah yang berlawanan dengan Matahari, sehingga bisa dilihat sepanjang malam dari Bumi.
Oposisi Saturnus akan terjadi pada 27 Agustus. Kala fenomena ini terjadi, Saturnus terbit saat Matahari terbenam dan terbenam saat Matahari terbit.
Jarak dari satu oposisi Saturnus ke oposisi berikutnya adalah sekitar 378 hari, atau lebih dari satu tahun.
Planet ini dapat dilihat dengan mata telanjang. Namun untuk melihat cincin Saturnus, dibutuhkan alat bantu seperti teleskop kecil.
(lom/arh)