Sebuah studi mengungkap daerah-daerah di Pulau Jawa berpotensi mengalami kekeringan ekstrem. Dari hasil studi itu, daerah terbanyak yang berpotensi mengalami kekeringan ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Dalam publikasi terbaru kami tentang kekeringan, kami membuat indeks risiko kekeringan di Jawa dengan mempertimbangkan aspek iklim (curah hujan) dan 10 aspek non-iklim (sosial ekonomi, infrastruktur, lingkungan). Hasilnya, banyak kecamatan memiliki risiko kekeringan tinggi," kata Peneliti Ahli Madya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin dalam cuitannya di Twitter, Sabtu (30/7).
Studi ini dilakukan Erma bersama rekan-rekan peneliti lainnya. Hasil studi dipublikasikan dalam jurnal yang berjudul The Spatial Distribution of a Comprehensive Drought Risk Index in Java, Indonesia yang terbit 21 Juli di Science Direct.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam paparannya, studi ini mengembangkan Indeks Risiko Kekeringan atau Drought Risk Index (DRI) dengan menghitung dua faktor, yakni faktor iklim dan non-iklim.
Untuk faktor iklim, para peneliti menggunakan pendekatan Indeks Bahaya Kekeringan atau Drought Hazard Index (DHI) yang ditentukan berdasarkan data curah hujan yang diamati dari 1.294 stasiun pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sejak tahun 1991 hingga 2020.
Data curah hujan digunakan untuk menghitung indeks kekeringan efektif atau Effective Drought Index (EDI), karena dianggap lebih tepat untuk mengukur kekeringan daripada indeks presipitasi standar atau Standard Percipitation Index (SPI).
Sementara, faktor non-iklim para peneliti menggunakan Indeks Kerentanan Kekeringan atau Drought Vulnerability Index (DVI) yang terdiri dari sepuluh indikator, termasuk sosial ekonomi (harapan hidup, pendapatan minimum, kepadatan populasi, dan rasio kemiskinan), aspek fisik (volume bendungan, panjang infrastruktur jalan, dan jumlah bendungan), dan kapasitas pendukung lingkungan (produktivitas pertanian, area ladang padi irigasi, ladang padi yang tidak diirigasi).
Lihat Juga : |
Secara keseluruhan, DRI di Jawa mengidentifikasi beberapa kecamatan yang harus mendapat prioritas oleh pemerintah daerah untuk mengambil tindakan, termasuk lima provinsi (persentase mewakili jumlah nilai DRI yang tinggi dengan jumlah total daerah): Yogyakarta (13,92 persen), Jawa Barat (7,26 persen), Banten (5,77 persen), Jawa Tengah (6,23 persen), dan Jawa Timur (4,32 persen).
"Studi ini juga mengidentifikasi bahwa kategori DRI risiko yang sangat tinggi sebagian besar terkonsentrasi di bagian selatan Jawa Barat dan dari aspek infrastruktur, hampir semua wilayah di Jawa memiliki kategori risiko sangat tinggi yang sama," mengutip kesimpulan dalam jurnal tersebut.
Para peneliti mengungkapkan mereka telah mempelajari DRI secara objektif di Jawa berdasarkan faktor iklim (DHI) dan non-iklim (DVI), namun menurut mereka di wilayah Jawa Barat dan Jakarta secara jelas ditentukan oleh DHI dan DVI masing-masing.
Oleh sebab itu, menurut para peneliti perlu identifikasi lebih lanjut dari DVI ke DRI di Jawa sebagai sarana untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang sesuai dengan faktor non-iklim.
"Dari peta spasial ketiga aspek yang digambarkan, kami menyimpulkan aspek sosial-ekonomi dan infrastruktur menunjukkan pola homogen di seluruh wilayah, dalam hal ini aspek sosial-ekonomi yang sebagian besar terdiri dari daerah DVI sedang," kata para peneliti.
"Sementara aspek infrastruktur sebagian besar terdiri dari daerah dengan DVI yang sangat tinggi. Sebaliknya, aspek kapasitas pendukung lingkungan menunjukkan heterogenitas," lanjutnya.
Para peneliti mengungkapkan kerentanan kekeringan akibat faktor DVI tinggi secara luas di beberapa wilayah tertentu, khususnya di Jawa Barat bagian selatan (Cianjur, Tasikmalaya, dan Sukabumi), Jawa Tengah bagian utara (Blora dan Grobogan), dan Jawa Timur bagian utara (Sampang dan Sumenep).
Dalam studi ini, para peneliti juga menilai kerentanan kekeringan di Jawa lebih dipengaruhi oleh kapasitas pendukung lingkungan daripada oleh dua aspek lainnya.
Sementara, tingkat kerentanan kekeringan akibat faktor DVI sedang sebagian besar berada di Banten (Serang dan Tangerang Selatan), Jakarta (Jakarta Pusat, Kep. Seribu, dan Jakarta Selatan), Jawa Barat bagian utara (Cirebon, Indramayu, Karawang, dan Subang), Jawa Tengah bagian utara (Brebes dan Demak), Jawa Timur bagian utara (Bojonegoro) dan Jawa Timur bagian selatan (Bondowoso dan Jember).
Menurut peneliti wilayah-wilayah dengan indeks kerentanan kekeringan sedang ini berkaitan dengan area besar irigasi persawahan dan produktivitas pertanian di daerah tersebut.