Jakarta, CNN Indonesia --
Fenomena embus es terjadi di Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, dan Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Pakar mengungkap sebab fenomena tersebut.
Dalam sebuah video yang diunggah akun @raiirwan terlihat penampakan es melapisi sejumlah permukaan, seperti tas dan tenda para pendaki.
"Coba lihat nih, jadi es. Kristal es," kata perekam video tersebut sambil menunjukkan tasnya yang diselimuti es.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fenomena yang sama juga terjadi Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Akun @merbabuviasuwanting membagikan foto yang menampilkan tanaman diselimuti es.
"Fenomena langka terjadi di pos 3 Merbabu via Suwanting. Embun pagi di dedaunan berubah menjadi kristal es, semua itu diakibatkan karena suhu yang ekstrem. Ini biasanya terjadi di puncaknya musim kemarau sekitar bulan Agustus," tulis keterangan dalam unggahan tersebut.
[Gambas:Instagram]
Fenomena ini sebelumnya lebih dulu terlacak di Gunung Bromo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Lalu, bagaimana penjelasan pakar mengenai fenomena embun es di gunung ini?
Peneliti Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkapkan fenomena semacam ini terjadi karena, pertama, pengaruh musim kering yang menurunkan suhu terutama menjelang pagi.
"Fenomena ini biasa terjadi selama periode musim kemarau di wilayah pegunungan di Indonesia," kata dia, beberapa waktu lalu.
"Karena pada saat musim kemarau relatif lebih kering, kelembapan rendah, dan suhu minimum pada saat malam hari, menjelang pagi hari mengalami penurunan yang signifikan atau lebih dingin dari biasanya," imbuhnya.
[Gambas:Instagram]
Kedua, lanjutnya, pengaruh Monsun Australia, atau aliran angin dari Benua Australia yang saat ini sedang mengalami musim dingin.
Selain itu, Erma menyebut ada peran pula dari "fluktuasi varian beberapa parameter atmosfer yang signifikan, seperti temperatur lebih dingin, temperatur titik embun lebih rendah, temperatur maksimal lebih."
Ia menyebut fenomena ini berpotensi berlanjut akibat kemunculan fenomena El Nino lemah dan Monsun Australia serta Jatim yang tengah mengalami curah hujan rendah.
"Maka tak hanya Bromo, embun beku berpotensi juga segera terjadi di kawasan pegunungan lain di Jawa, seiring dengan meluasnya musim kemarau dan atmosfer kering di wilayah Indonesia bagian selatan lainnya (Jateng-Jabar)," papar Erma.
Faktor awan di halaman berikutnya...
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Teguh Rahayu menambahkan suhu udara dingin ekstrem pada malam hingga dini hari di daerah dataran tinggi terkait pula dengan minimnya awan saat kemarau.
"Suhu dingin ekstrem memang cenderung berpeluang terjadi saat musim kemarau, yakni pada malam hari. Saat musim kemarau, pada siang hari, terik sinar matahari maksimal karena tidak ada tutupan awan. Akibatnya permukaan bumi menerima radiasi yang maksimal," kata dia, Rabu (19/7), dikutip dari detikcom.
Pada malam, katanya, Bumi melepaskan energi. Lantaran tak ada tutupan awan (langit cerah tanpa awan), pada malam hingga dini hari radiasi yang disimpan di permukaan Bumi secara maksimal dilepas ke angkasa.
"Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan permukaan bumi mendingin dengan cepat karena kehilangan energi secara maksimal. Dampaknya adalah suhu minimum atau udara dingin yang ekstrem di malam hingga dini hari," jelas Rahayu.
Ia juga mengungkap pengaruh angin musim dingin dari Australia.
"Terdapat pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan masa udara dingin menuju Indonesia, atau lebih dikenal dengan angin monsun Australia," tambahnya.
Rahayu memprediksi fenomena suhu dingin ini akan memudar di awal bulan depan.
"Fenomena suhu dingin ini secara empiris akan berlangsung hingga Agustus 2023. Pada awal September akan berangsur menghangat kembali," terang Rahayu.
Fenomena suhu lebih dingin di malam hari bukan fenomena baru, melainkan terjadi setiap tahun.
Pada 2021, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal kala itu juga memberi penjelasan mengenai suhu dingin yang terjadi di wilayah Pulau Jawa.
[Gambas:Photo CNN]
Herizal mengatakan pada Juli wilayah Australia berada dalam periode musim dingin dan adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.
"Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin," kata dia, dikutip dari laman BMKG.
"Sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin," imbuhnya.
Herizal menyebut fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini juga yang dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.
 Kamus Pemanasan Global (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian) |