Alat pendeteksi kehidupan (life detector) yang tersangkut kasus korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas) punya cara kerja canggih dalam mencari korban di bawah reruntuhan bangunan. Simak detil teknisnya berikut.
Puspom TNI sebelumnya menetapkan Kepala Basarnas periode 2021-2023 Marsdya Henri Alfiadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan serta menahannya.
Status tersangka di kasus yang sama juga diberikan kepada Letkol Adm Arif Budi Cahyanto, Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ditetapkan sebagai tersangka hari Sabtu lalu itu dan sudah saya tanda tangan untuk ditahan masuk tahanan, karena ankum (atasan langsung yang berhak memberi hukuman)-nya kalau pati (perwira tinggi) kan Panglima TNI. Jadi sudah saya tandatangan dan langsung ditahan untuk dilaksanakan penyidikan lebih lanjut," kata Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, di Jakarta, Jumat (4/8).
Penetapan tersangka dan penahanan keduanya oleh Puspom TNI ini menyusul drama minta maaf di KPK.
Terlepas dari proses penyidikannya, bagaimana sebenarnya cara kerja alat ini mendeteksi korban bencana yang tertimpa reruntuhan?
Alat ini sempat digunakan pemerintah Israel saat membantu mencari korban gempa Turki beberapa waktu lalu. Saat itu, Israel mengirimkan alat produksi perusahaan Camero-Tech, anggota SK Group, yakni Xaver 400 dan Xaver 100.
Xaver 400 memiliki berat 3,2 kg. Alat ini seukuran laptop dan mudah dibawa. Xaver 100 bahkan lebih kecil dan muat di telapak tangan. Keduanya adalah radar taktis.
Kit untuk tim SAR ini dirancang agar muat di dalam ransel berwarna oranye agar mudah terlihat.
"Dengan bantuan sistem ini, ekspedisi Unit SAR Komando Depan Israel Defense Force (IDF) telah mampu menemukan korban selamat dan menyelamatkan orang-orang yang telah terperangkap di reruntuhan selama berhari-hari." demikian bunyi keterangan perusahaan itu, mengutip Jerusalem Post, Selasa (2/8).
Perusahaan mengklaim mereka sebagai "pelopor dan pemimpin dunia dalam desain dan pembuatan radar tenaga mikro ultra-wide band (UWB) berbasis sistem denyut 'Through Wall Imaging'."
"Satu-satunya cara untuk menembus [puing-puing reruntuhan] secara langsung adalah gelombang radio, radar pencitraan," kata CEO Camero-Tech Amir Beeri.
"Dan apa yang dapat diberikannya dengan Xaver 400 tidak hanya mendeteksi kehidupan, kami juga dapat melihat lapisan sehingga mereka dapat merencanakan cara mengakses korban."
"Ini penting karena begitu Anda menemukan seseorang, Anda harus menemukan cara menjangkau mereka dan [mencari tahu] cara termudah untuk mencapai dan mengeluarkan mereka, dan waktu sangat penting," cetus dia.
Radar bekerja dengan mentransmisikan gelombang radio pada bandwidth luas dengan frekuensi rendah. Gelombang melewati puing-puing dan memungkinkan operator untuk melihat apa yang ada di dalamnya.
Algoritma kemudian memproses data dalam sistem Camero-Tech, memudahkan tim penyelamat untuk menentukan apa yang sedang dilihat.
Sistem radar yang lebih kecil ini juga dapat digunakan dengan drone dan dapat berkomunikasi dengan teknologi nirkabel.
Jenis teknologi ini juga dapat membantu upaya penyelamatan saat bangunan runtuh karena alasan selain gempa bumi.
Beeri mencatat sistem ini dirancang secara unik untuk digunakan dengan bangunan dan algoritma yang merekonstruksi gambar dari apa yang dilihat radar, sehingga pengguna dapat memahami apa yang terjadi pada gambar tersebut.
"Kami merancang sistem ini dalam frekuensi yang lebih tinggi agar sesuai dengan bahan bangunan, bukan tanah. Dalam gempa bumi, ketika bangunan runtuh, [alat] inilah yang dibutuhkan," kata Beeri.