Pemanasan global disebut dapat mengubah pola petir di seluruh dunia, dan hal ini dapat mengakibatkan lebih banyak kebakaran hutan.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 10 Februari di jurnal Nature Communications, para peneliti menyelidiki petir arus panjang atau jenis petir yang dikenal sebagai penyebab utama kebakaran hutan yang dipicu oleh petir.
Mereka memperkirakan sambaran ini akan menjadi 10 persen lebih sering terjadi untuk setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius. Hal ini dapat mencapai 40 persen peningkatan sambaran petir pada akhir abad ini berdasarkan proyeksi perubahan iklim skenario terburuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Hari-hari yang lebih panas telah dikaitkan dengan penurunan angka kelahiran. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2018 di jurnal Demography, para peneliti menemukan hari-hari dengan suhu rata-rata di atas 26,7 derajat Celcius dikaitkan dengan penurunan 0,4 persen dalam angka kelahiran sekitar sembilan bulan kemudian dibandingkan dengan hari-hari dengan suhu antara 15,6 derajat Celcius dan 21,1 derajat Celcius.
Alih-alih menyebabkan penurunan gairah seks, para ilmuwan berpikir suhu tinggi dapat menurunkan kesuburan. Menurut beberapa penelitian, kondisi panas diketahui dapat mengganggu kemampuan berenang sperma.
Meningkatnya suhu membuat komodo janggut tengah (Pogona vitticeps) di Australia berganti jenis kelamin.
Untuk beberapa reptil, jenis kelamin dipengaruhi oleh suhu yang dihadapi telur-telur mereka saat berkembang, dengan suhu yang lebih tinggi terkait dengan lebih banyak betina.
Dalam sebuah studi pada 2015 yang diterbitkan di jurnal Nature, para ilmuwan menggambarkan bagaimana 11 dari 131 kadal yang ditangkap di alam liar memiliki kromosom kelamin jantan, tetapi kondisi inkubasi yang hangat menyebabkan mereka mengembangkan anatomi tubuh betina. Kadal yang mengalami perubahan jenis kelamin ini diketahui dapat bertelur seperti kadal betina biasa.
Meningkatnya suhu menyebabkan musim semi yang lebih awal dan lebih lama, dan ini membuat lebih banyak serbuk sari ke udara. Hal ini akan membuat hidup sedikit lebih sulit bagi orang-orang dengan alergi seperti demam.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2021 di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, para ilmuwan menemukan musim pilek semakin panjang di Amerika Utara, meningkat 20 hari antara tahun 1990 hingga 2018.
Mereka juga menemukan tingkat serbuk sari meningkat 21 persen dalam periode waktu yang sama. Perubahan ini mungkin disebabkan oleh pemanasan global dan sudah memperburuk alergi.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters pada 2021, para ilmuwan menganalisis jumlah sinar matahari yang dipantulkan dari Bumi ke bulan antara 1998 hingga 2017. Mereka menemukan Bumi tampaknya semakin redup.
Temuan para peneliti mengungkapkan laut yang lebih panas mengurangi jumlah awan dataran rendah yang memantulkan cahaya di atas Samudra Pasifik bagian timur, sehingga menyebabkan lebih sedikit cahaya Matahari yang memantul ke Bumi. Hal ini menyebabkan lebih banyak energi cahaya yang terperangkap di Bumi, dan hal ini dapat meningkatkan pemanasan global.