Deret Tokoh yang Beri Peringatan Keras Soal Potensi 'Teror' AI

CNN Indonesia
Sabtu, 12 Agu 2023 07:44 WIB
Sejumlah tokoh sudah bersuara mengungkapkan kekhawatiran mengenai potensi "serangan" AI dalam kehidupan manusia.
Paus Fransiskus pun menyerukan kendali terhadap pengembangan AI. (AFP/TIZIANA FABI)

Ahli dan pimpinan perusahaan

Kumpulan ahli dan pimpinan perusahaan melontarkan peringatan terkait bahaya kepunahan gara-gara kecerdasan buatan. Hal itu terungkap dalam sebuah pernyataan terbuka 'Statement of AI Risk' yang digagas oleh organisasi nirlaba Center for AI Safety yang berbasis di San Francisco, AS.

Pernyataan itu ditandatangani lebih dari 100 tokoh yang merupakan ilmuwan, termasuk Geoffrey Hinton dan Yoshua Bengio yang memenangkan Turing Award 2018 atas karya mereka di bidang kecerdasan buatan.

Ada juga para pimpinan perusahaan teknologi, termasuk CEO Google DeepMind Demis Hassabis dan CEO OpenAI yang merupakan pemilik chatbot ChatGPT Sam Altman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mitigasi risiko kepunahan dari AI harus menjadi prioritas global bersama dengan risiko skala masyarakat lainnya, seperti pandemi dan perang nuklir," tulis pernyataan terbuka itu.

James Cameron

Sutrada gaek James Cameron juga bicara soal potensi bahaya AI. James mengaku sudah memperingatkan bahaya AI sejak menggarap Terminator pada 1984.

"Saya sudah memperingatkan kalian pada 1984, dan kalian tidak mendengarkan," kata Cameron seperti diberitakan CTV News, Rabu (19/7).

The Terminator adalah film arahan James Cameron yang naskahnya ia tulis bersama Gale Anne Hurd.

Film itu mengisahkan pembunuh siborg (Arnold Schwarzenegger) yang dikirim ke masa lalu, dari 2029 ke 1984, untuk membunuh Sarah Connor (Linda Hamilton) yang putra dalam kandungannya diyakini bisa menyelamatkan manusia dari kepunahan.

Pemusnahan manusia direncanakan Skynet, sistem kecerdasan buatan revolusioner yang dibangun oleh Sistem Cyberdyne untuk SAC-NORAD.

Pandangan Cameron soal penggunaan AI secara intensif itu merujuk kepada salah satu protes utama yang digaungkan oleh asosiasi aktor Hollywood Screen Actors-American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA) dalam aksi mogok.

Antonio Guterres

Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) António Guterres juga mengungkap beberapa bahaya penyalahgunaan AI, mulai dari penyebaran misinformasi atau hoaks hingga senjata nuklir.

Guterres menyebut jika AI menjadi senjata utama untuk melancarkan serangan siber, membuat deepfake, atau untuk menyebarkan disinformasi dan ujaran kebencian, maka kehadiran teknologi ini memiliki konsekuensi yang sangat serius bagi perdamaian dan keamanan global.

"Tidak perlu jauh-jauh dari media sosial. Alat dan platform yang dirancang untuk meningkatkan hubungan antar manusia kini digunakan untuk merusak pemilihan umum, menyebarkan teori konspirasi, dan menghasut kebencian dan kekerasan," kata Guterres.

"Sistem AI yang tidak berfungsi dengan baik adalah area lain yang sangat memprihatinkan. Dan interaksi antara AI serta senjata nuklir, bioteknologi, neuroteknologi, dan robotika, sangat mengkhawatirkan," tambahnya.

Guterres mengumumkan dirinya akan mengadakan pertemuan tingkat tinggi untuk AI yang akan membahas opsi-opsi tata kelola global pada akhir tahun ini.

Dia juga akan mengeluarkan ringkasan kebijakan baru tentang Agenda Baru untuk Perdamaian, yang akan memberikan rekomendasi tentang tata kelola AI kepada Negara-negara Anggota PBB.

Paus Fransiskus

Kekhawatiran mengenai AI juga disuarakan Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus. Ia mewanti-wanti dampak berbahaya dari penggunaan kecerdasan buatan atau AI yang belakangan marak terjadi.

Ia pun meminta pengembang bertanggung jawab saat menggunakan maupun mengembangkan teknologi AI.

Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (8/8), Fransiskus menyinggung bias ancaman algoritmik dalam teknologi AI dan meminta masyarakat mewaspadai agar logika kekerasan dan diskriminasi tidak mengakar dalam teknologi AI.

Terlebih, penggunaan perangkat AI dianggap bisa mengorbankan individu yang paling rapuh, sehingga bisa tersisih.

Paus menyoroti "kemungkinan mengganggu dan efek ambivalen" dan mendesak perusahaan teknologi yang akan mengembangkan atau menggunakan AI, untuk melakukannya secara bertanggung jawab.

"Ketidakadilan dan ketidaksetaraan memicu konflik dan permusuhan," kata dia.

"Kebutuhan mendesak untuk mengarahkan konsep dan penggunaan kecerdasan buatan dengan cara yang bertanggung jawab, sehingga dapat melayani umat manusia dan melindungi rumah kita bersama, mengharuskan refleksi etis diperluas ke bidang pendidikan dan hukum," sambung Paus.



(tim/dmi)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER