Kulshrestha mengatakan bahwa di Asia Selatan, sumber PM2.5 yang umum termasuk tungku pembakaran batu bata, pembakaran tanaman, dan bahan bakar nabati yang masih diandalkan oleh banyak rumah tangga untuk memasak dan memanaskan.
Dia mengatakan India sedang berupaya untuk meningkatkan sumber energi terbarukan dan mengganti bahan bakar nabati dengan gas alam cair, meskipun hal ini berkontribusi terhadap pemanasan global, hal ini dapat menurunkan PM2.5 rumah tangga.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) masih menjadi konsumen bahan bakar fosil terbesar kedua di dunia setelah China, yang berkontribusi terhadap kualitas udara yang buruk di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa dekade yang lalu, kabut asap yang terus menerus terperangkap di Lembah Los Angeles, California, mendorong lahirnya Undang-Undang Udara Bersih, yang sejak saat itu memperbaiki polusi udara di seluruh AS.
Demikian pula, kota-kota yang paling tercemar saat ini juga mengambil tindakan untuk melindungi langit mereka.
Di Dhaka, larangan penggunaan mesin 2 tak yang tidak efisien dan sangat berpolusi pada kendaraan roda tiga membantu menjaga tingkat PM2.5 dari emisi kendaraan tetap stabil seiring dengan pertumbuhan kota.
Meskipun banyak kota di China termasuk yang paling berpolusi, telah terjadi penurunan polusi yang dramatis selama satu dekade terakhir sejak negara tersebut menerapkan kebijakan udara bersih.
Di Delhi, Kulshrestha mendorong untuk membuat danau buatan. Lebih banyak air berarti lebih banyak penguapan, lebih banyak hujan, dan menurut penelitian Kulshrestha, setidaknya sedikit lebih sedikit debu.
Dalam beberapa pekan terakhir, Jakarta dan sekitarnya terkepung polusi udara. Laporan IQAir menunjukkan Jakarta beberapa kali menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Gelaran KTT ASEAN serta perintah pemasangan alat water mist pun tak membuat kualitas udara DKI beranjak dari kategori Unhealthy.
Sejak Senin (4/9), kualitas udara Jakarta dominan Tak Sehat dengan skor AQI 151. Selasa (5/9), skornya membaik jadi 138 (Unhealthy fo sensitive groups), Rabu (6/9) kembali memburuk jadi 151, dan pagi ini masih Tak Sehat dengan skor 159.
Untuk mengatasi masalah polusi udara, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono membentuk satuan tugas (Satgas) Pengendalian Pencemaran udara.
Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 593 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara yang diteken pada 4 September 2023.
Heru menyebut Satgas Pengendalian Pencemaran Udara akan langsung bergerak cepat dan berkoordinasi untuk menyusun kebijakan yang komprehensif guna menangani masalah polusi udara di Jakarta.
"Sebelumnya kami Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi polusi. Dengan dibentuknya Satgas ini, diharapkan kerja baik yang sudah dilakukan selama ini dapat berjalan lebih intensif dan optimal, sehingga bisa cepat tuntas," ujar Heru.