Penelitian yang merupakan bagian dari proyek yang didanai oleh UK Research and Innovation Natural Environment Research Council (UKRI NERC) ini juga menyebut pentingnya tata letak benua ketika melakukan penelitian planet di luar tata surya kita, exoplanet;
Apakah benua-benua itu tersebar, seperti yang kita miliki saat ini, atau berada dalam satu superkontinen besar.
Saat ini, penelitian soal planet ekstrasurya tersebut masih terus digeber dengan tujuan mencari planet layak huni alternatif buat manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski masih panjang, peneliti mengungkap pentingnya mencegah krisis iklim berlanjut dari sekarang.
Rekan penulis Eunice Lo, Peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan di University of Bristol, menilai saat ini kondisi panas ekstrem buntut krisis iklim yang merupakan hasil dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia mesti tetap diperhatikan.
"Sementara kita memprediksi planet ini tidak dapat dihuni dalam 250 juta tahun lagi, saat ini kita sudah mengalami panas ekstrem yang merugikan kesehatan manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencapai emisi nol nol sesegera mungkin," tuturnya.
Tim ilmuwan internasional menerapkan model iklim, mensimulasikan tren suhu, angin, hujan, dan kelembapan untuk superkontinen berikutnya, yang disebut Pangea Ultima, yang diperkirakan akan terbentuk dalam 250 juta tahun mendatang.
Untuk memperkirakan tingkat CO2 di masa depan, tim menggunakan model pergerakan lempeng tektonik, kimia dan biologi lautan untuk memetakan masukan dan keluaran CO2.
Perhitungan CO2 di masa depan dipimpin oleh Profesor Benjamin Mills dari University of Leeds, Inggris mengatakan CO2 dapat meningkat dari sekitar 400 parts per million (ppm), dan saat ini menjadi lebih dari 600 ppm jutaan tahun di masa depan.
"Tentu saja, hal ini mengasumsikan bahwa manusia akan berhenti membakar bahan bakar fosil, jika tidak, kita akan melihat angka-angka itu jauh lebih cepat," tuturnya.
Lihat Juga : |