Dua kerangka berhasil disatukan dari tulang-tulang milik dua babun yang berbeda, dan satu kerangka mewakili tiga primata. Dari empat kerangka yang berhasil disatukan, hanya satu yang memiliki tengkorak yang benar.
Setelah menganalisis tulang-tulang tersebut satu per satu, peneliti mengidentifikasi 36 babun yang berbeda dari segala usia, satu set dengan lebih banyak orang dewasa daripada remaja dan lebih banyak jantan daripada betina.
Tulang-tulang tersebut juga menunjukkan tanda-tanda masalah metabolisme selama pertumbuhan remaja, termasuk batang yang melengkung, kepala batang yang cacat, dan sendi rematik. Dua babun betina menderita kerusakan gigi. Terdapat lesi pada beberapa tengkorak; dua primata memiliki moncong yang memendek, dan dua lainnya memiliki moncong yang membengkok ke kiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mumi-mumi tersebut juga berusia berabad-abad lebih tua dari perkiraan sebelumnya. Berdasarkan kedekatan mumi-mumi tersebut dengan artefak keramik di dekatnya di makam, perkiraan sebelumnya menempatkannya antara abad pertama dan kedua paling cepat, dan mungkin paling lambat abad ketujuh.
Namun, ketika para penulis studi meneliti kolagen tulang dan serat dari tekstil yang telah dibungkus dengan mumi babun yang masih utuh, mereka menemukan bahwa hewan-hewan tersebut kemungkinan dikuburkan antara tahun 803 dan 520 SM.
Para peneliti mengkonfirmasi rentang waktu tersebut menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, yang dapat menentukan usia bahan organik dengan mengukur jumlah peluruhan dalam isotop radioaktif karbon.
Laporan para peneliti mengungkap kondisi primata dalam kurungan mungkin lebih buruk daripada yang ditunjukkan oleh sisa-sisa jasad mereka, karena tulang belulang sering kali tidak menyimpan catatan tentang parasit dan jenis penyakit lainnya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa penemuan mumi babun oleh para penelti itu tidak menunjukkan bahwa binatang tersebut disiksa dengan sengaja. Para pemelihara mereka kemungkinan besar telah melakukan terbaik yang mereka bisa untuk merawat hewan-hewan tersebut, "tapi ini pasti tidak mudah," kata Van Neer.
"Babun adalah pemanjat yang baik dan oleh karena itu mereka mungkin dipelihara di dalam gedung atau kandang dengan dinding tinggi untuk mencegah mereka melarikan diri. Karena kurangnya sinar matahari, mereka mengalami gangguan metabolisme yang kita lihat, terutama rakhitis. Tidak ada tanda-tanda patah tulang yang menunjukkan bahwa hewan-hewan itu diperlakukan dengan buruk secara fisik," katanya.
"Sayangnya, orang Mesir tidak cukup tahu tentang perawatan dan memberi makan babun," tambah Ikram. "Ketika mencoba memberi mereka penghormatan dan perawatan, mereka justru menciptakan kondisi yang merugikan kesehatan dan kesejahteraan hewan," pungkasnya.
(tim/dmi)