Prediksi Google Trends tentang Pilpres 2024
Google Trends atau kecenderungan pencarian di mesin pencari Google menunjukkan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dominan ketimbang capres lain. Apa platform ini bisa mencerminkan hasil pemilu sesungguhnya?
Menurut data Google Trends hingga 30 Januari, Anies Baswedan menguasai mayoritas pencarian di Google di hampir semua provinsi.
Grafik pencarian mantan Gubernur DKI Jakarta ini cukup jauh di atas capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam perode data 30 hari terakhir maupun 90 hari terakhir.
Meski demikian, ketiganya sama-sama mendapatkan puncak peningkatan pencarian usai debat capres kedua pada Minggu (7/1).
Pada debat tersebut, Anies langsung menggeber serangan terhadap Prabowo sejak awal debat. Contohnya, luas lahan ribuan hektare yang dikuasai Menteri Pertahanan tersebut hingga penilaian rendah sebagai Menteri Pertahanan.
Anies, contohnya, dapat skor Google Trends 100 pada 8 Januari dan 98 pada 9 Januari. Prabowo mendapat nilai serupa, sementara Ganjar cuma mendapat puncak pencarian pada 7 Januari.
Eks Gubernur DKI itu juga unggul hampir di semua provinsi. Anies mendapat pencarian terbesar di Aceh dengan porsi 64 persen, dengan Prabowo dan Ganjar berbagi rata 18 persen.
Keunggulan pencarian untuk Prabowo ada di Sulawesi Utara dengan 36 persen, dan Ganjar di Nusa Tenggara Timur dengan porsi 42 persen.
Bisakah Google Trends jadi alat prediksi pemilu?
Google Trends merupakan salah satu fitur Google yang menyediakan indeks deret waktu dari volume permintaan pencarian atau masukan pertanyaan atau queri dalam pencarian Google di wilayah geografis tertentu.
Indeks queri didasarkan pada pembagian queri, yakni total volume queri untuk pencarian kata kunci di suatu wilayah dibagi dengan jumlah total queri di wilayah tersebut selama periode waktu tertentu. Angkanya 0-100.
Lewat studi bertajuk 'Predicting the Results of the 2019 Indonesian Presidential Election with Google Trends Analysis of Accuracy, Precision, and Its Opportunity' (2021), Ali Ar Harkan dan Eriyanto dari Universitas Indonesia sempat mengungkap potensi itu.
Mereka, dalam penelitiannya, pernah membandingkan data Google Trends dua capres di Pemilu Presiden 2019, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, serta angka real count Pemilu Presiden 2019 yang dipublikasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 21 Mei 2019.
Menurut hitungan KPU, Jokowi di Pemilu 2019 meraup suara nasional (real count) 55,50 persen, sementara Prabowo 44,50 persen suara.
Sementara, Google Trends hanya menunjukkan hasil yang sama di 12 dari keseluruhan 34 wilayah, dengan 22 sisanya negatif.
Studi tersebut menunjukkan Google Trends hanya memprediksi secara akurat kemenangan paslon nomor urut 1 (Jokowi-Ma'ruf Amin) di 12 provinsi.
Yakni, Maluku Utara, Jambi, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Riau, Banten, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Aceh.
Alhasil, penulis mengakui Google Trends "memiliki akurasi dan presisi yang rendah dalam memprediksi pilihan politik pemilih Indonesia berdasarkan data real count Pilpres 2019."
Keduanya juga menyebut penelitian tentang perilaku pemilih harus terus menggunakan metode survei dan wawancara dan tidak akan digantikan oleh Google Trends dalam waktu dekat.
"Namun penelitian ini menemukan bahwa Google Trends dapat menjadi alat untuk memprediksi pemilu jika ditambahkan hal-hal berikut: analisis sentimen yang lebih representatif dan fitur indeks pencarian untuk setiap aktivitas pencarian pengguna," tukas peneliti.
Sebabnya, pencarian Google bisa terkait informasi positif atau pun negatif pemilih.
Saat pencarian tinggi, ada kemungkinan masyarakat yang lebih memilih kandidat A mencari informasi dengan menggunakan mesin pencari Google untuk kandidat B "namun dengan motivasi dan sentimen negatif."
Sementara, Google Trends tak memberi data soal sentimen pencarian tersebut.
"Semakin tinggi intensitas pemilih dalam mencari informasi terhadap seorang calon, belum tentu pemilih tersebut lebih memilih calon tertentu," menurut peneliti.
"Kelemahan ini merupakan keterbatasan Google Trends sebagai alat yang berguna untuk memprediksi pilihan politik," ungkap Ali Ar Harkan dan Eriyanto.
Meski demikian, peneliti mengakui Google Trends sebenarnya bisa dikembangkan sebagai alat untuk memprediksi pilihan politik pemilih.
Google Trends memiliki keunggulan dalam hal efisiensi dalam mengukur dominasi isu-isu tertentu dalam populasi. Bentuknya, pengamatan volume pencarian kata kunci dan/atau topik di mesin pencari Google.
Syaratnya, kata Ali Ar Harkan dan Eriyanto, Google Trends mengembangkan fitur yang menganalisis sentimen dari aktivitas pencarian yang dilakukan pengguna "agar menjadi alat yang akurat dalam memprediksi pemenang pemilu."
Selain itu, Google Trends mesti mengembangkan fitur yang menangkap volume pencarian yang lebih mewakili satu individu harus dikembangkan.
Tujuannya, kata penulis, untuk memastikan tidak ada penghitungan ganda jika salah satu pengguna Google lebih intensif dalam mencari data tertentu dibandingkan pengguna lainnya.
(tim/arh)