Usai tewasnya seorang pria akibat tersambar petir saat sedang bermain sepak bola di Stadion Siliwangi, Bandung, Sabtu (10/2), muncul pertanyaan soal cara selamat dari sambaran petir. Sebuah studi mengungkap teknik sederhana.
Hal ini terungkap setelah para peneliti menguji model 3D kepala manusia dengan sambaran petir secara langsung, dan menemukan model tersebut mengalami kerusakan yang lebih sedikit jika basah.
"Jika Anda berada di luar ruangan dan tidak ada tempat berlindung, kulit yang basah lebih baik daripada kulit yang kering karena lapisan air seperti 'lapisan pelindung'," kata René Machts, penulis pertama studi dari Ilmenau University of Technology di Jerman, mengutip The Guardian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ia menambahkan "berada di lokasi yang 'terlindungi' akan membuat diri Anda lebih aman."
Machts dan kolega, dalam jurnal Scientific Reports, mengungkap studi teoritis sebelumnya telah menyarankan kulit yang basah dapat mengurangi ukuran arus yang melewati tubuh manusia jika tersambar petir.
Penelitian ini juga menunjukkan hewan dengan kulit basah memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi saat terkena petir.
Namun, masih belum jelas bagaimana air di kepala manusia dapat mempengaruhi dampak sambaran petir.
Untuk menyelidiki masalah ini, tim membuat dua model kepala manusia yang terdiri dari tiga lapisan zat seperti agar-agar yang mengandung tingkat natrium klorida, karbon hitam, atau grafit yang berbeda untuk merefleksikan sifat konduktif otak, tengkorak, dan kulit kepala.
Mereka kemudian mengaitkan elektroda ke lapisan yang berbeda, dan platform tempat model ditempatkan. Sementara salah satu model dibiarkan kering, model lainnya disemprot dengan larutan yang mewakili air hujan.
Setiap model kemudian dimasukkan ke dalam ruangan dan dipaparkan pada 10 simulasi sambaran petir langsung.
Hasilnya menunjukkan arus mengalir melintasi "kulit kepala" pada setiap sambaran petir untuk kedua kepala model, suatu peristiwa yang dikenal sebagai flashover.
Namun, tak lama setelah sambaran, sebelum terjadinya flashover, kepala yang basah memiliki arus listrik rata-rata 12,5 persen lebih rendah di lapisan otak dan energi spesifik 32,5 persen lebih rendah di kompartemen otak dibandingkan kepala yang kering.
Hal ini, menurut para peneliti, kemungkinan berada di balik peningkatan tingkat kelangsungan hidup di antara hewan yang basah pada percobaan sebelumnya.
Tim peneliti menambahkan kepala yang basah juga menunjukkan lebih sedikit tanda-tanda kerusakan, seperti perforasi pada kulit kepala atau retakan, setelah sambaran petir. Namun, hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut.
"Berdasarkan hasil ini, kami berencana untuk membuat model kepala lebih lanjut untuk mengukur efek [misalnya] tutup kepala dan mungkin menyelidiki bahan untuk tutup kepala yang optimal untuk mengurangi arus di kepala."
"Hal ini tentu saja dapat membantu para pendaki yang tidak dapat menemukan tempat berlindung," kata Machts.
(tim/dmi)