Hewan-hewan yang bermigrasi sepanjang hidupnya, buat mencari makan maupun bereproduksi, terancam punah terutama imbas aktivitas manusia.
Hal tersebut ada dalam laporan Convention on the Conservation of Migatory Species of Wild Animals (CMS) yang ada di bawah naungan PBB.
Aktivitas manusia jadi faktor terbesar pendorong ancaman bagi spesies-spesies tersebut. Padahal hewan-hewan yang bermigrasi juga membantu spesies lain, termasuk manusia dalam perjalanannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh, hewan-hewan tersebut bisa membantu penyerbukan tanaman, menyebarkan benih, atau membasmi hama. Bahkan ada spesies yang ikut membantu dalam melawan perubahan iklim dengan menyerap karbon yang menyebabkan pemanasan global.
Karena itulah, ancaman kepunahan banyak satwa ini harus bisa disikapi secara serius oleh manusia. Dengan kesadaran akan efek domino yang timbul bila sejumlah spesies punah, perjuangan melawan ancaman kepunahan bisa dilakukan dengan segera.
Dalam laporan CMS tersebut, salah satu hal yang mencolok perhatian adalah 97 persen spesies ikan yang ada dalam CMS terancam kepunahan. Salah satunya adalah hiu sutra yang berkeliaran di perairan tropis hangat di seluruh dunia.
Faktor utama menurunnya populasi hiu sutra adalah karena ia termasuk spesies hiu yang paling banyak ditangkap di dunia, baik itu karena terjerat tali pancing atau memang jadi buruan untuk diambil daging dan siripnya.
Hewan lain yang terancam kepunahan adalah burung hering Mesir. Burung ini dalam kondisi terancam akibat permbangunan di wilayah Mediterania.
Faktor-faktor yang bisa mengancam kepunahan adalah habibat yang hilang dan eksploitasi berlebihan. Selain itu polusi, baik itu polusi kimia, plastik, kebisingan, dan cahaya juga dapat mengacaukan jalur migrasi.
Hal-hal yang terlihat sederhana bahkan bisa jadi ancaman untuk hewan-hewan yang melakukan migrasi. Salah satu contohnya adalah migrasi yang dilakukan oleh penyu hijau raksasa.
Penyu hijau raksasa bisa melakukan perjalanan hingga ribuan kilometer untuk bertelur di pantai berparis tempat ia dulu menetas. Tukik-tukik muda kemudian mengandalkan pantulan bintang dan cahaya bulan untuk kembali ke laut.
Karena itu bila di sekitar area tersebut ada lampu buatan semisal lampu jalan, hal tersebut malah bisa mengacaukan tukik-tukik dan menuntun mereka pada kematian.
![]() |
Masih terkait tukik, perubahan iklim yang bisa berdampak pada naiknya permukaan laut dan erosi turut menghambat migrasi penyu.
Belum lagi bila masyarakat coba melindungi diri dengan membangun tanggul untuk mencegah gelombang laut, yang berarti juga bakal menghambat penyu mendarat di pantai.
Kijang Saiga di Kazakhstan bisa jadi salah satu contoh keberhasilan pencegahan kepunahan. Spesies tersebut sempat berada di angka kurang dari 50 ribu pada 2006 lantaran maraknya perburuan liar.
Namun kemudian pemulihan habitat di padang rumput sekaligus kerja sama dengan penduduk lokal untuk menghentikan perburuan liar membuahkan hasil.
Populasi Kijang Saiga ada di angka 1,3 juta pada 2022. Spesies tersebut tidak lagi dalam ancaman kepunahan.
Paus Bungkuk juga jadi contoh nyata keberhasilan pencegahan kepunahan. Setelah perburuan besar-besaran di era 1700 dan 1800 lalu perlindungan diberikan, populasi paus bungkuk terus meningkat 93 persen doibanding sebelumnya.
Seiring populasi Paus Bungkuk yang pulih, mereka juga turut membantu memperlambat pemanasan global.
"Mengingat situasi genting yang dialami oleh banyak hewan, kita semua tidak bisa menunda, kita semua harus bekerja sama untuk mewujudkan rekomendasi tersebut," ucap Inger Andersen, Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB.
(ptr/arh)