Studi terbaru dari OpenSignal menyebut jaringan internet yang stabil atau reliability lebih penting bagi konsumen dibandingkan dengan kecepatan.
Dalam studi tersebut kestabilan atau keandalan jaringan internet mendapatkan skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan internet, bahkan skor tersebut dua setengah kali lipat lebih tinggi.
Dalam laporan terbaru ini, Opensignal menganalisis Reliability Experience atau Pengalaman Keandalan yang mengukur kemampuan pengguna Opensignal untuk terhubung dan menjalankan aktivitas di jaringan penyedia layanan komunikasi, seperti video, panggilan suara over-the-top, dan penelusuran web.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Opensignal mendefinisikan reliability atau keandalan sebagai "kemampuan unit fungsional untuk menjalankan fungsi yang diperlukan dalam kondisi tertentu selama interval waktu tertentu".
Menurut Survei Rumah Tangga Opensignal Amerika Serikat (AS) terhadap 55.322 individu, pengguna seluler menganggap layanan jaringan yang andal lebih penting dibandingkan kecepatan yang tinggi, dan menganggap keandalan berada di urutan kedua setelah biaya.
Sebanyak 19 persen responden menyebut jaringan stabil sebagai aspek kunci dalam evaluasi operator dibandingkan hanya 7 persen yang menyebut kecepatan unggah/unduh.
Selain itu, kecepatan internet bahkan mendapatkan skor yang lebih rendah dari faktor seperti cakupan jaringan (coverage), pelayanan (customer services), dan kualitas internet (network quality).
Bertolak belakang dengan studi ini, pemerintah Indonesia berencana menetapkan batas minimal kecepatan internet tetap (fixed broadband) di Indonesia 100 Mbps imbas leletnya jaringan di Tanah Air saat ini.
Menkominfo Budi Arie Setiadi, dalam keterangan di laman resmi Kominfo, mengatakan kecepatan internet Indonesia masih rendah di angka 24,9 Mbps. Ia mengklaim kecepatan itu di bawah Filipina, Kamboja, dan Laos, dan hanya unggul dari Myanmar dan Timor Leste di kawasan Asia Tenggara.
Oleh karena itu, Budi menyatakan Kementerian Kominfo berencana "membuat kebijakan bagi seluruh penyedia fixed internet broadband untuk jaringan yang tertutup tidak diperkenankan menjual layanan internet di bawah 100 Mbps."
Budi menyebut pihaknya akan memanggil seluruh operator seluler dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) untuk berdiskusi mengenai optimalisasi kecepatan internet.
"Internet ini merupakan kebutuhan pokok, kenapa masih menjual 5 Mbps, 10 Mbps untuk fixed internet broadband? Kenapa tidak langsung menjual 100 Mbps? Makanya, saya akan buat kebijakan untuk mengharuskan mereka menjual fixed internet broadband dengan kecepatan 100 Mbps," cetus Budi, dalam Kunjungan Kerja ke Balmon SFR Kelas I Palembang, Sumatera Selatan, Senin (22/1).
Selain kecepatan internet, pada tahun lalu, pemerintah juga berencana untuk mendorong penerapan teknologi 5G. Akselerasi ini akan diupayakan dengan memberi insentif untuk operator seluler.
Hal ini dilakukan sebagai langkah strategis agar jaringan 5G dapat dioptimalkan untuk peningkatan kecepatan internet di Indonesia.
"Jadi negara investasi dulu tidak usah bayar sehingga bisa lebih murah operator mau melakukan investasi dalam jumlah yang besar," kata Budi dalam sebuah keterangan, Kamis (28/09).
(lom/arh)