Studi memprediksi El Nino, fenomena iklim 'pengering hujan', meningkatkan pemanasan global dan memicu rekor suhu di Amazon hingga Filipina pada 2024.
Wilayah pesisir India dekat Teluk Benggala dan Laut Cina Selatan, serta Filipina dan Karibia, juga kemungkinan akan mengalami panas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada periode hingga Juni. Setelah itu, El Nino kemungkinan akan melemah.
"Kemungkinan rata-rata SAT (suhu udara permukaan) global melampaui rekor sejarah, yang dihitung dari Juli 2023 hingga Juni 2024, diperkirakan mencapai 90 persen, bergantung pada anomali suhu permukaan laut rata-rata tahunan di Pasifik ekuator timur yang melebihi 0,6 °C," dikutip dari jurnal di Scientific Reports.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para penulis studi mengungkap wilayah yang sangat rentan terhadap rekor SAT ini mencakup wilayah pesisir dan sekitarnya di Asia, seperti Teluk Benggala dan Laut China Selatan, serta Alaska, Laut Karibia, dan Amazon. RI sejauh ini tak disebut dalam studi tersebut.
"Suhu panas yang akan datang ini meningkatkan risiko gelombang panas laut sepanjang tahun dan meningkatkan ancaman kebakaran hutan serta konsekuensi negatif lainnya di Alaska dan lembah Amazon," kata para peneliti.
Fenomena El Nino yang berpusat di Samudera Pasifik bagian barat itu diketahui meningkatkan suhu permukaan global dan membuat 2023 memecahkan rekor tahun terpanas dengan gap yang besar dari rekor sebelumnya.
Panas ekstrem pada paruh kedua 2023 terjadi ketika El Nino mulai berdampak buruk di Amerika Utara, Eropa, China, Amerika Selatan, dan Madagaskar seiring dengan semakin intensifnya krisis iklim.
Analisis baru ini menggunakan model komputer untuk mengidentifikasi kemungkinan titik api regional pada paruh pertama 2024. Analisis tersebut juga menemukan bahwa ada kemungkinan 90 persen suhu global selama periode ini akan mencetak rekor baru.
"Gelombang panas yang hebat dan siklon tropis, ditambah dengan kenaikan permukaan laut global yang disebabkan oleh manusia, menyebabkan wilayah pesisir yang padat penduduknya menghadapi krisis iklim yang sangat besar dan mendesak yang menantang kemampuan kita saat ini untuk beradaptasi, mitigasi, dan manajemen risiko," kata Dr. Ning Jiang, di Akademi Ilmu Meteorologi China, Beijing, dan rekan penulisnya, dikutip dari The Guardian.
"Panas yang akan datang ini meningkatkan risiko gelombang panas laut sepanjang tahun dan meningkatkan ancaman kebakaran hutan serta dampak negatif lainnya di Alaska dan lembah Amazon," katanya.
Wilayah laut dan pesisir sangat rentan karena lautan dapat menyimpan lebih banyak panas dibandingkan wilayah daratan, sehingga kondisi panas dapat bertahan lebih lama di wilayah tersebut.
Siklus iklim Bumi yang alami terjadi, salah satunya, lewat pertukaran antara El Nino dan La Nina.
Hal ini meningkatkan dan memoderasi tren pemanasan global yang kuat, yang disebabkan oleh meningkatnya kadar karbon dioksida dari bahan bakar fosil, termasuk BBM, di atmosfer.
El Nino biasanya mencapai puncaknya antara November dan Januari.
Para ilmuwan menemukan suhu yang memecahkan rekor ini kemungkinan besar akan terjadi pada tahun ini yang juga meningkatkan risiko kebakaran hutan.
Kebakaran hebat dan kekeringan melanda Amazon pada akhir tahun 2023 dan emisi dari kebakaran pada bulan Februari telah mencatat rekor baru pada bulan tersebut.
Suhu panas yang mencapai rekor di Alaska akan mengakibatkan pencairan gletser dan lapisan es serta erosi pantai, kata para ilmuwan.
"Studi ini menggunakan catatan suhu yang diamati, dan apa yang kita ketahui tentang El Nino dan dampak lainnya di seluruh dunia, untuk menyimpulkan apa yang mungkin terjadi pada tahun 2024," kata Adam Scaife, dari Met Office dan University of Exeter, Inggris.
"Ini jauh dari perkiraan mutakhir, namun memberikan gambaran sederhana yang berguna untuk tahun depan."
"Beberapa wilayah, misalnya Afrika dan Greenland, memiliki cakupan data historis yang buruk dan sulit untuk dinilai dengan metode ini, namun wilayah-wilayah tersebut disorot sebagai wilayah dengan tingkat kelebihan panas yang menonjol pada tahun ini dalam prakiraan model iklim," tandas Scaife.
(arh)