Ilmuwan Bongkar Efek 'Gila' Perubahan Iklim pada Badai

CNN Indonesia
Rabu, 06 Mar 2024 10:04 WIB
Para ahli berhasil mengungkap dampak perubahan iklim terhadap perubahan risiko badai berskala tinggi. Simak analisisnya.
Ilustrasi. Krisis iklim memicu badai berskala tinggi. (Foto: iStockphoto)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ilmuwan mengungkap dampak perubahan iklim terhadap perubahan risiko badai berskala tinggi. Simak analisisnya.

Selama lebih dari 50 tahun, Pusat Badai Nasional Amerika Serikat AS (National Hurricane Center/NHC) telah menggunakan Skala Angin Saffir-Simpson untuk memberikan informasi terkait risiko kerusakan bangunan akibat badai.

Mulanya NHC memberikan label badai pada skala dari kategori 1 (kecepatan angin antara 74-95 mil per jam) hingga Kategori 5 (kecepatan angin 158 mph atau lebih besar).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baru-baru ini ilmuwan iklim Michael Wehner dari Lawrence Berkeley National Laboratory (Berkeley Lab), Amerika Serikat, dan James Kossin dari First Street Foundation mencoba untuk mengkomunikasikan dampak dari perubahan iklim terhadap perubahan risiko badai berskala tinggi.

Pada 5 Februari, keduanya menerbitkan penelitian mereka yang berjudul "The growing inadequacy of an open-ended Saffir-Simpson hurricane wind scale in a warming world" di Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Dalam penelitian tersebut, peneliti memperkenalkan Kategori 6 hipotesis pada Skala Angin Saffir-Simpson, yang mencakup badai dengan kecepatan angin yang lebih besar dari 307 kilometer per jam.

Analisis ini dilakukan berdasarkan pencarian data historis badai tahun 1980-2021. Dan hasilnya ditemukan setidaknya lima badai yang bisa diklasifikasikan sebagai Kategori 6 atau kecepatan lebih dari 307 kilometer per jam. Dan kelima badai tersebut terjadi dalam rentang waktu sembilan tahun terakhir.

Selain menganalisis data historis, peneliti juga melakukan analisis simulasi untuk mengeksplorasi bagaimana dampak dari pemanasan iklim terhadap intensifikasi badai.

Hasilnya, ditemukan bahwa pemanasan global sebesar dua derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, dengan risiko badai Kategori 6 meningkat hingga 50 persen di wilayah dekat Filipina.

Potensi badai ini juga meningkat dua kali lipat lebih besar di Teluk Meksiko. Dengan risiko tertinggi badai ini dapat terjadi di wilayah Asia Tenggara, Filipina, dan Teluk Meksiko.

"Dari hasil simulasi, terdapat peningkatan potensi terjadinya badai Kategori 6 meskipun terdapat upaya membatasi peningkatan suhu sebesar 1,5 derajat Celsius di atas suhu pra industri pada akhir abad ini sesuai dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement)," tutur Wehner, melansir ScienceDaily, Selasa (5/2).

Wehner berharap penelitian ini nantinya bisa untuk mempertimbangkan kembali bagaimana kategori dalam Skala Saffir-Simpson agar tidak terlalu rendah.

Dengan perkiraan risiko yang rendah, hal ini bisa menjadi masalah, terlebih karena Bumi yang makin memanas akibat dari perubahan iklim.

"Pemanasan global antropogenik telah secara signifikan meningkatkan suhu permukaan laut dan udara troposfer di wilayah dimana badai, siklon tropis, dan topan terbentuk dan menyebar, sehingga memberikan energi panas tambahan untuk intensifikasi badai," ujar Wehner.

Infografis Apa Beda Puting Beliung, Siklon, dan Tornado?(Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia)
(rni/dmi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER