Kenapa Harimau Sumatera Serang Manusia?

CNN Indonesia
Rabu, 13 Mar 2024 18:36 WIB
Harimau sumatera belakangan sering menyerang manusia di Provinsi Lampung. Apa penyebab serangan harimau sumatera ini?
Ilustrasi. Pakar menyebut satwa tak lagi takut manusia karena hutan berubah. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi)

Hendra menggarisbawahi soal fragmentasi hutan atau fragmentasi habitat dalam kasus konflik satwa-manusia. Fragmentasi habitat berarti habitat hutan yang luas terpecah-pecah menjadi potongan hutan yang kecil kecil dan saling terpisah.

Hal ini disebabkan penggunaan lahan selain hutan, misalnya untuk pembangunan jalan raya, lahan pertanian, perkebunan, permukiman, bahkan juga saluran irigasi, bendungan, jaringan pipa, hingga SUTET.

"Dalam kondisi tertentu satwa masih bisa menyeberang jalan atau kebun untuk berpindah ke potongan hutan terdekat, ini bisa terjadi jika fitur yang memfragmentasinya kecil dan sepi," ujar Hendra yang juga menjadi pengajar di Institut Pertanian Bandung (IPB).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi jika fiturnya berupa jalan raya atau permukiman. Terpaksa satwa itu menyeberang jalan raya atau permukiman," imbuhnya.

Secara alami, kata Hendra, satwa akan menghindari manusia dan keramaian. Artinya, secara alami mereka akan mengambil jarak ratusan meter hingga beberapa kilometer dari kebun atau pemukiman. Jarak ini disebut sebagai efek tepi.

"Logikanya, tidak ada macan yang duduk duduk di pinggir jalan tol, meski jalan tol itu ada di dalam hutan. Macan akan mengambil jarak beberapa ratus meter untuk menghindari manusia dan keramaian," paparnya.

Dengan demikian, ketika ada konflik satwa dan manusia, maka kondisi yang ada sudah sangat serius.

"Satwanya sudah berubah perilakunya, tidak lagi menghindari atau takut pada manusia. Kondisi hutannya mungkin sudah menyusut banyak, atau sudah terfragmentasi berat," kata Hendra.

Solusi

Hendra menyebut solusi untuk masalah semacam ini tidak boleh parsial, dan harus komprehensif serta terintegrasi.

Beberapa solusi yang mungkin dilakukan adalah habitat diperluas dengan menetapkan kawasan konservasi baru atau merestorasi habitat yang rusak. Restorasi habitat karnivora juga termasuk kegiatan meningkatkan populasi mangsanya.

Selain itu, perlu dilakukan pengendalian populasi. Populasi satwa dikurangi sampai batas daya dukungnya, selebihnya dipindahkan dengan ditranslokasi ke hutan lain atau di reintroduksi ke hutan yg sebelumnya merupakan daerah sebaran alami spesies tersebut.

Secara alami, kata Hendra, bangsa kucing termasuk yang mudah berkembang biak, sehingga populasinya pasti meningkat terus. Oleh karena itu, upaya pengendalian populasi mestinya sudah direncanakan dan dilakukan sebelum daya dukung terlampaui atau sebelum menjadi konflik.

Kemudian, solusi berikutnya yang bisa dilakukan adalah habitat yang sudah terfragmentasi dibuatkan koridor penghubung agar ada konektivitas antar fragmen habitat, sehingga bisa digunakan oleh satwa.

"Jika jumlah populasi satwa telah seimbang dengan daya dukung habitatnya, maka tidak akan terjadi konflik," jelas Hendra.

"Jadi pengendalian populasi ini penting untuk kondisi saat ini. Mengingat tampaknya sudah sulit untuk memperluas habitat," tambahnya.

(lom/dmi)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER