Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menyebut ekonomi digital Indonesia diprediksi akan menyumbang 4,6 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2024.
Industri yang paling berkontribusi adalah e-commerce, transportasi dan makanan, perjalanan online, dan media online.
"Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan terus berkembang, bahkan di tahun 2024 ini diperkirakan akan menyumbang 4,6 persen dari PDB Indonesia. Ini menurut data Wantiknas tahun 2023," ujar Nezar di acara Kick Off Digital Economy Dialogue: Social Impact and Adoption in The Digital Economy, Jakarta, Rabu (27/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :Memilih untuk Indonesia Menkominfo Optimis Sektor Digital Dongkrak Ekonomi RI Usai Pemilu 2024 |
Nezar menyebut angka tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), negara-negara Eropa, dan China yang kontribusi ekonomi digitalnya terhadap PDB sudah lebih dari 40 persen.
Pada 2023, beberapa sektor industri mendominasi dalam kontribusi ekonomi digital, salah satunya e-commerce yang menyumbang US$62 miliar atau sekitar Rp985,41 triliun. Kemudian, sektor tranportasi online dan makanan yang berkontribusi US$7 miliar atau sekitar Rp111,25 triliun.
Selain itu, perjalanan online juga mendominasi dengan kontribusi US6 miliar atau Rp953,36 triliun. Sementara itu, media online berkontribusi sekitar US$7 miliar atau sekitar Rp111,25 triliun terhadap ekonomi digital Tanah Air.
"Di samping kegiatan ekonomi di empat sektor itu, penerapan digital financial services seperti adopsi QRIS turut berkontribusi pada perkembangan ekosistem ekonomi digital kita," tutur Nezar.
"Bahkan sebagai dampak dari penggunaan QRIS, Indonesia menjadi kekuatan utama pembayaran digital di Asia Tenggara dengan proyeksi pertumbuhan nilai pasarnya mencapai US$770 pada tahun 2030," imbuhnya.
Perkembangan ekonomi digital sendiri tentu memiliki beberapa isu yang perlu diantisipasi. Menurut Nezar, setidaknya ada tiga isu utama yang harus diantisipasi dalam ekosistem digital.
Pertama, isu pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang memuat keterbatasan pekerja dengan skill digital; potensi pekerjaan digantikan oleh teknologi; inklusi digital bagi kelompok rentan; hingga bias algoritma terhadap kelompok rentan.
Kedua, isu persaingan usaha terutama, kata Nezar, terkait "fair level playing field yang muncul akibat penetrasi penyediaan layanan teknologi oleh platform dari luar Indonesia."
Persaingan usaha ini memuat beberapa hal seperti gap permodalan yang besar, ketimpangan akses atas data, ketergantungan terhadap teknologi tertentu, dan posisi dominan perusahaan teknologi asing.
Terakhir, isu pelindungan data pribadi (PDP) yang memuat hal seperti kebocoran data, pemanfaatan algoritma, pengumpulan data secara masif, arus data lintas batas, serta fenomena dark pattern.
"Ketiga payung besar itu adalah isu yang perlu kita diskusikan untuk tidak hanya diantisipasi, namun juga dicarikan solusi bersama," pungkas Nezar.
(lom/arh)