Pakar ITS Buat Cat Antiradar dari Sisa Erupsi, 99 Persen 'Siluman'

CNN Indonesia
Senin, 01 Apr 2024 10:01 WIB
Sisa erupsi Gunung Merapi di tangan pakar bisa jadi teknologi tinggi, termasuk cat antiradar.
Ilustrasi. Sisa erupsi Gunung Merapi bisa dimanfaatkan buat teknologi tinggi. (AFP/AGUNG SUPRIYANTO)
Surabaya, CNN Indonesia --

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mashuri menciptakan teknologi cat antiradar berbahan material pasir sisa erupsi Gunung Semeru.

Profesor di Departemen Fisika ITS tersebut mengungkap penelitian ini bermula dari kemunculan pesawat asing yang tidak terdeteksi oleh sistem radar saat melintasi Laut Jawa 2010 silam.

Menurutnya, kejadian itu dapat menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia apabila terus dibiarkan terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena saat itu informasi teknologi antiradar masih terbatas, kami bertekad untuk menginisiasi dan ikut meneliti bahan penyerap gelombang radar," kata Mashuri melalui keterangannya, pekan lalu.

Mashuri bersama tim Laboratorium Material Maju ITS lalu mengembangkan teknologi antiradar dari bahan-bahan yang tersebar di Indonesia. Pada dasarnya, kata dia, penyerap gelombang radar dibuat dari bahan magnetik dan dielektrik seperti karbon.

"Secara fisik, permukaan dari antiradar ini dibentuk dengan banyak sudut lancip sehingga gelombang elektromagnetik tidak dapat terpantulkan kembali," papar lelaki kelahiran 1969 itu.

Alumnus doktoral Fisika ITS itu menggunakan pasir besi yang ada di Lumajang, Jatim, dan arang bambu sebagai bahan untuk membuat teknologi antiradar.

Dalam prosesnya, kata dia, pasir besi dari letusan Gunung Semeru ini disintesis guna mengekstrak serbuk magnetik dalam pasir besi tersebut. Sementara itu, metode karbonisasi dilakukan pada arang bambu agar terbentuk serbuk reduced Graphene Oxide (rGO).

Setelah itu, dia melakukan uji pengukuran penyerapan gelombang radar menggunakan alat bernama Vector Network Analyzer.

Dengan pita frekuensi 8 hingga 18 gigahertz (GHz), perpaduan kedua material ini mampu menyerap gelombang radar hingga -20 desibel (dB). Angka tersebut menunjukkan bahwa daya serap gelombang radar tersebut mencapai lebih dari 99 persen.

Mashuri menjelaskan angka itu dapat berbeda apabila komposisi paduan antiradar dengan cat saat pengaplikasian pada alat pertahanan ini tidak seimbang. Selain itu, faktor lingkungan pun menjadi hal penting untuk menjaga konsistensi dari daya serap gelombang radar.

"Apabila antiradar ini ingin digunakan pada kapal, tentu harus dipastikan bahwa antiradar yang digunakan memiliki sifat antikorosi," ujarnya.

Dalam realisasinya, Mashuri berharap bahan antiradar yang baru diciptakan di Indonesia ini dapat diaplikasikan dalam waktu cepat pada sektor pertahanan dan keamanan nasional.

"Harapannya, kita mampu menguasai dan memiliki pemahaman yang sama dengan negara lain serta tidak hanya bergantung dari pihak luar," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]

(frd/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER