Ahli Ungkap Selat Muria Tak Mungkin Terbentuk dalam Waktu Dekat

CNN Indonesia
Selasa, 02 Apr 2024 16:47 WIB
Pakar BRIN mengungkap Selat Muria tak mungkin terbentuk dalam waktu dekat. Simak sebabnya.
Peneliti BRIN Adrin Tohari menepis potensi cuaca ekstrem munculkan lagi Selat Muria. (CNN Indonesia/Chandra Erlangga)

Di luar ramainya isu Selat Muria, Pusat Riset Kebencanaan geologi BRIN justru mengkhawatirkan persoalan amblesan tanah (land subsidence) yang sudah bertahun-tahun diabaikan publik dan pengambil keputusan di wilayah Pekalongan, Semarang, Demak, dan sekitarnya.

Amblesan tanah menurut peneliti merupakan penyebab signifikan dari kejadian bencana hidrometrologi yang terus-menerus terjadi di Semarang dan sekitarnya. Tambah ambles makin dalam setiap tahun akibat fenomena alami termasuk perubahan iklim dan ulah manusia.

Selain karena penggunaan tanah untuk bangunan dan konstruksi jalan, praktik pengambilan air tanah sangat masif selama puluhan tahun membuat posisi tanah terus turun. Hal ini diperburuk dengan tipe tanah di wilayah ini yang sifatnya alluvial muda dan belum padat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengebor tanah untuk air boleh saja. Tetapi yang terjadi seringkali pengeboran dilakukan di lapis lempung yang mengandung akuifer - lapis tanah yang menyimpan air. Jika air terus diambil, tanah lempung yang liat ini akan makin turun dan akibatnya makin ambles," tambah Adrin Tohari.

Ia mengingatkan sudah banyak studi menunjukkan bahwa persoalan subsidence di Pantura lebih parah disbanding di Jakarta Utara. Namun perhatian dan implikasinya terhadap kebijakan wilayah masih sangat minim.

"Sudah ada ratusan studi, tetapi kebijakan pemerintah setempat tidak dibuat berdasarkan kesimpulan dan temuan studi tersebut. Akibatnya kan bencana yang kemarin sudah terjadi berpotensi terulang dan makin parah," kata Adrin.

Para peneliti sepakat isu subsidence adalah bahaya yang tak disadari banyak orang. Menghentikan, atau setidaknya mengurangi, laju subsidence dianggap sebagai kunci penting dalam upaya mitigasi bencana. Sayangnya praktik mengebor air terus dibiarkan berjalan di sepanjang Pantura.

"Ini betul-betul silent killer, orang taunya banjir kalau cuaca ekstrem saja padahal persoalannya dimulai dari tanah yang ambles terus. Kajiannya sudah berkali-kali disampaikan tapi kebijakan Pemdanya belum bisa dirasakan. Sumber air bersih utama masih ngebor tanah terus-menerus" keluh Eko Soebowo.

Salah satu studi global tentang land subsidence menempatkan amblesan tanah di Semarang dan Pantura sebagai kasus subsidence terparah kedua di dunia, disusul oleh kasus Pantai Utara Jakarta. Di DKI, aturan pelarangan pengeboran air tahan berlaku mulai Agustus tahun lalu.

Di Jakarta kurang dari 70 persen wilayah bisa dilayani dengan pipanisasi air bersih. Sementara secara nasional, air bersih dengan layanan pipanisasi baru mencapai 20 persen.

(dsf/arh)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER