Monash University Indonesia merilis laporan terkait ekspresi netizen di platform X (dulu Twitter) menyoal mudik 2024, termasuk kebijakan ganjil genap atau gage.
Tim peneliti Monash Data & Democracy Research Hub melakukan pemantauan di X pada 1-6 April 2024. Mereka menganalisis 50 ribu cuitan mencakup kebijakan ganjil genap selama periode mudik hingga arus balik.
"Berdasarkan pantauan kami, dari percakapan yang paling banyak dibagikan adalah peringatan agar pemudik di X awas sehingga tidak melanggar aturan ini dan mendapatkan tilang," demikian pernyataan tim Monash University Indonesia dalam rilis resmi, Minggu (7/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak Jumat (5/4), pemerintah menerapkan kebijakan ganjil genap dari Kilometer 0 tol Ruas Dalam Kota Jakarta hingga KM 414 Tol Semarang-Batang, Jawa Tengah.
Meski terbilang kebijakan baru, menurut pantauan mereka, sosialisasi terkait kebijakan tersebut cukup masif.
Laporan Monash University juga menyebut kata dan tren percakapan yang paling mendominasi. Tren itu yakni tagar yang digunakan Polri seperti #SiapLebaran2024, #OpsKetupat24 dan 'Aman dalam Berlebaran'.
Peneliti Data & Democracy Research Hub Alyas Widita memandang perlu melihat rekayasa berbasis permintaan (demand-based) lalu lintas dalam perspektif yang lebih luas, seperti penggunaan moda transportasi lain.
"Kajian yang dilakukan masih berfokus pada dampak kebijakan terhadap performa lalu lintas tol, menggunakan matriks seperti vehicle-capacity-ratio (VCR), sementara yang masih menjadi pertanyaan adalah dinamika substitusinya dengan moda transportasi umum seperti kereta api, bus, dan pesawat terbang," ujar Alyas.
Selain persoalan rekayasa lalu lintas, pemudik juga mengkhawatirkan tentang potensi banjir dan tanah longsor.
Dalam cuitan yang mengekspresikan perasaan takut, marah, dan khawatir, ditemukan kata-kata bernuansa khawatir dengan pengumuman 115 titik rawan banjir serta prediksi BMKG tentang hujan berintensitas sedang.
"Sayangnya informasi terkait mitigasi bencana ke pemudik masih sangat kurang kami temui, termasuk bencana emerging seperti heatwave yang menerpa negara-negara Asia Tenggara akhir-akhir ini," imbuh Alyas.
Dia lantas mengimbau pemudik dan aparat yang mengatur arus mudik harus fokus karena pergerakan manusia mencapai 193,6 juta orang. Semua pihak, lanjut Alyas. mesti harus selalu aktif mensuplai dan mencari informasi.
Tim peneliti Monash University Indonesia mengumpulkan cuitan menggunakan kata kunci mudik, pemudik, pulkam, pulang kampung, balik kampung, mulih, muleh, ganjil genap atau gage, hingga tol.
Mereka menggunakan model deep learning BERT, perangkat khusus untuk mendeteksi emosi dalam cuitan bahasa Indonesia. Model tersebut mengklarifikasi cuitan jadi lima jenis: bahagia, sedih, takut, marah, dan cinta.
(isa/wiw)