DPR AS Sahkan RUU Soal TikTok, Potensi Pemblokiran Menguat

CNN Indonesia
Minggu, 21 Apr 2024 06:30 WIB
Ilustrasi. DPR Amerika Serikat (AS) mengesahkan rancangan undang-undang untuk yang dapat mengancam keberadaan TikTok di negara adidaya tersebut. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

DPR Amerika Serikat (AS) mengesahkan rancangan undang-undang untuk yang dapat mengancam keberadaan TikTok di negara adidaya tersebut.

Regulasi itu disahkan pada Sabtu (20/4), bersamaan dengan rancangan undang-udang bantuan utama melawan China dan mendukung Taiwan.

Melansir AFP, ketentuan ini akan memaksa TikTok untuk melepaskan diri dari perusahaan induknya, ByteDance. Jika tidak, AS bakal melarang penggunaan TikTok secara nasional.

Para pejabat Barat telah menyuarakan kekhawatiran atas popularitas TikTok di kalangan anak muda. Mereka menuduh TikTok tunduk pada Beijing dan menjadi saluran untuk menyebarkan propaganda, meski klaim tersebut sudah berulang kali dibantah oleh perusahaan.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, Gedung Putih mengatakan bahwa mereka "sangat mendukung" undang-undang tersebut.

TikTok merespons hal tersebut dan mengecam keras pengesahan RUU itu. Menurut juru bicara TikTok aturan ini "menginjak-injak hak kebebasan bicara" 170 juta warga AS yang menggunakan media sosial itu.

"Ini akan menginjak-injak hak-hak kebebasan berbicara 170 juta orang Amerika, menghancurkan tujuh juta bisnis, dan menutup sebuah platform yang menyumbangkan US$24 miliar untuk ekonomi AS setiap tahunnya," kata juru bicara TikTok.

Sebelumnya, banyak anggota dewan AS berpendapat aplikasi TikTok memungkinkan pemerintah China untuk mengakses data pengguna dan mempengaruhi warga Amerika melalui algoritma platform video pendek itu.

Mereka khawatir ByteDance secara diam-diam dikendalikan oleh Partai Komunis China. Perusahaan ini telah membantah tuduhan mereka membagikan data pengguna yang sensitif kepada pemerintah China.

Meski demikian, sejumlah penelitian belum cukup bukti buat menemukan kaitan TikTok dan PKC.

Pellaeon Lin, peneliti yang berbasis di Taiwan dan Lab Publik Universitas Toronto, dalam analisisnya 2021, mengungkap TikTok mengumpulkan informasi dalam jumlah yang hampir sama dengan Facebook atau Twitter.

Lin juga menilai TikTok mengambil cukup banyak data termasuk informasi video yang ditonton, komentar yang ditulis, pesan pribadi yang dikirim, dan geolokasi tepat, dan daftar kontak pengguna.

(tim/dmi)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK