Cacing-cacing Chernobyl Terbukti Kebal Radiasi Nuklir

CNN Indonesia
Senin, 29 Jul 2024 18:24 WIB
Cacing-cacing yang hidup di Chernobyl, reaktor nuklir Uni Soviet yang mengalami ledakan hebat, terdeteksi bisa bertahan dari radiasi.
Cacing-cacing kecil terdeteksi bisa bertahan dari radiasi Chernobyl. (Arsip Sophia Tintori, New York University)
Jakarta, CNN Indonesia --

Cacing-cacing mikroskopis yang hidup di lingkungan yang sangat radioaktif di Zona Eksklusi Chernobyl (CEZ) terlacak sama sekali enggak kena radiasi nuklir.

Nematoda yang dikumpulkan dari area tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan pada genomnya, berlawanan dengan prediksi nasib organisme yang hidup di tempat yang berbahaya tersebut.

Temuan yang dipublikasikan di jurnal PNAS awal tahun ini tidak menunjukkan bahwa CEZ sudah aman. Namun, cacing tersebut terlihat tangguh dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang tidak ramah buat spesies lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini, kata tim ahli biologi yang dipimpin oleh Sophia Tintori dari New York University, dapat memberikan beberapa pengetahuan soal mekanisme perbaikan DNA yang suatu hari nanti dapat diadaptasi untuk digunakan dalam pengobatan manusia.

Sejak reaktor di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl meledak pada April 1986, area di sekitarnya dan kota terdekat Pripyat, Ukraina, benar-benar terlarang bagi siapa pun tanpa persetujuan pemerintah.

Bahan radioaktif yang mengendap di lingkungan ini membuat organisme terpapar pada tingkat radiasi peng-ion yang sangat tidak aman, sehingga meningkatkan risiko mutasi, kanker, dan kematian.

Butuh ribuan tahun sebelum 'Chornobyl', seperti yang dieja di Ukraina, aman untuk dihuni manusia lagi.

Pada saat yang sama, zona eksklusi seluas 2.600 kilometer persegi tersebut menjadi semacam tempat perlindungan hewan radioaktif unik.

Pengujian terhadap hewan yang hidup di wilayah tersebut menunjukkan perbedaan genetik yang jelas dari hewan yang tidak hidup di sana. Namun, masih banyak yang belum kita ketahui tentang dampak bencana tersebut terhadap ekosistem lokal.

"Chornobyl adalah tragedi dengan skala yang tidak dapat dipahami, tetapi kita masih belum memiliki pemahaman yang baik tentang dampak bencana tersebut terhadap populasi lokal," kata Tintori saat itu, dikutip dari ScienceAlert.

"Apakah perubahan lingkungan yang tiba-tiba pilih-pilih spesies, atau bahkan individu dalam suatu spesies, yang secara alami lebih tahan terhadap radiasi pengion?" cetusnya.

Alasan memilih cacing

Salah satu cara untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan ini adalah dengan mengamati nematoda, cacing gelang mikroskopis yang hidup di berbagai habitat (termasuk tubuh organisme lain).

Nematoda bisa sangat kuat; ada beberapa kasus nematoda yang bangkit kembali setelah ribuan tahun membeku di lapisan tanah beku. Mereka punya genom sederhana dan hidup singkat, yang berarti beberapa generasi dapat dipelajari dalam waktu singkat.

Hal ini menjadikan mereka organisme model yang sangat baik untuk mempelajari berbagai hal, mulai dari perkembangan biologis, hingga perbaikan DNA dan respons terhadap toksin.

Inilah sebabnya mengapa Tintori dan rekan-rekannya menggali di Chornobyl untuk menemukan nematoda dari spesies Oschieus tipulae, yang biasanya hidup di tanah.

Mereka mengumpulkan ratusan nematoda dari buah busuk, dedaunan, dan tanah di CEZ, menggunakan penghitung Geiger untuk mengukur radiasi sekitar dan mengenakan pakaian pelindung terhadap debu radioaktif.

Para peneliti membudidayakan hampir 300 cacing yang mereka kumpulkan di laboratorium, dan memilih 15 spesimen O. tipulae untuk pengurutan genom.

Genom yang diurutkan ini kemudian dibandingkan dengan genom yang diurutkan dari lima spesimen O. tipulae dari tempat lain di dunia, yakni Filipina, Jerman, Amerika Serikat, Mauritius, dan Australia.

Cacing dari CEZ sebagian besar lebih mirip secara genetik satu sama lain dibandingkan dengan cacing lainnya, dengan jarak genetik yang sesuai dengan jarak geografis untuk seluruh sampel 20 galur. Namun, tanda-tanda kerusakan DNA dari lingkungan radiasi tidak ada.

Tim tersebut dengan hati-hati menganalisis genom cacing, dan tidak menemukan bukti penataan ulang kromosom skala besar yang diharapkan dari lingkungan mutagenik.

Mereka juga tidak menemukan korelasi antara tingkat mutasi cacing, dan kekuatan radiasi sekitar di lokasi asal setiap cacing.

Akhirnya, mereka melakukan pengujian pada keturunan masing-masing dari 20 galur cacing untuk menentukan seberapa baik populasi tersebut menoleransi kerusakan DNA.

Walau setiap garis keturunan memiliki tingkat toleransi yang berbeda, hal ini juga tidak berkorelasi dengan radiasi sekitar yang diterima oleh nenek moyang mereka.

Tim tersebut hanya dapat menyimpulkan bahwa tidak ada bukti adanya dampak genetik dari lingkungan Chernobyl pada genom O. tipulae.

Apa yang mereka temukan dapat membantu para peneliti untuk mencoba mencari tahu mengapa beberapa manusia lebih rentan terhadap kanker.

"Sekarang setelah kita mengetahui galur O. tipulae mana yang lebih sensitif atau lebih toleran terhadap kerusakan DNA, kita dapat menggunakan galur ini untuk mempelajari mengapa individu yang berbeda lebih mungkin menderita efek karsinogen daripada yang lain," tutur Tintari.

"Memikirkan bagaimana individu merespons secara berbeda terhadap agen perusak DNA di lingkungan adalah sesuatu yang akan membantu kita memiliki gambaran yang jelas tentang faktor risiko kita sendiri," tandasnya

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER