Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Pusat Riset Antariksa, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkap Isra Mi'raj ada kaitannya dengan perjalanan antar-dimensi.
Ia merujuk kepada perjalanan Rasulullah menggunakan Buraq untuk sampai ke langit ke tujuh atau Sidratul Muntaha.
"Saya memandang [Isra Mi'raj] perjalanan keluar dari dimensi ruang-waktu," kata Thomas dalam webinar di kanal YouTube Alhidayah Badan Geologi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini artinya, Nabi Muhammad keluar dari masa kini, masa lalu, dan masa depan yang mengikat makhluk. "Isra Mi'raj itu keluar dari itu," ucapnya.
Ia memperkuatnya dengan pertemuan Nabi Muhammad dengan para nabi lain dalam perjalanan itu.
"Itu menembus ke masa lalu. Kemudian diperlihatkan juga surga dan neraka, itu masa depan, ketika kiamat sudah terjadi," tuturnya.
Thomas mengatakan pada dasarnya manusia hidup dan dibatasi dimensi ruang-waktu. Ketika mengendarai Buraq, Rasulullah sedang keluar dari dimensi tersebut.
"Dan dengan Buraq itu [Rasulullah SAW] keluar dimensi waktu ruang. Pertemuan di langit itu menggambarkan Rasul tidak lagi terikat pada waktu," kata Thomas.
"Jadi tidak perlu lagi bertanya, dan tidak relevan lagi bertanya di mana itu [pertemuan di langit yang ketujuh]. Sudah keluar dari dimensi ruang waktu," imbuhnya.
Lihat Juga : |
Ia pun menyebut langit ke tujuh yang jadi lokasi Sidratul Muntaha tempat menerima perintah salat lima waktu merupakan "lambang batas yang tidak seorang manusia atau makhluk lain bisa mengetahui lebih jauh."
Meski demikian, Thomas mengatakan Isra Mi'raj bukanlah perjalanan ruh atau bahkan mimpi Nabi Muhammad. Menurutnya, ini adalah perjalanan fisik langsung.
Buktinya,saat berada di Al-Aqsa Nabi menjalankan salat dan juga memilih meminum susu saat ditawari antara arak atau susu. Selain itu, ketika perjalanan pulang Nabi secara langsung melihat rombongan kafilah menuju Mekkah.
"Ini fisik. Salat itu fisik," ucapnya.
(dmi/dmi)