Alih fungsi lahan salah satunya terjadi karena kebutuhan sosial-ekonomi yang kian besar. Sehingga, berdampak pada kebutuhan masyarakat setempat yang semakin besar.
"Efeknya mereka cukup mudah menjual lahan mereka ke pemilik bisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata Jeanny.
Selain itu, izin pembangunan yang mudah bagi pemilik bisnis juga menjadi salah satu dalang alih fungsi lahan. Hal ini disebut membuat banyak pembangunan yang merusak struktur tanah dan fungsi lahan di wilayah Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari dua masalah tersebut, Jeanny menyebut ada beberapa hal yang bisa dibenahi. Pertama, pengembangan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat harus jadi prioritas pemerintah daerah Jawa Barat.
"Misalnya, pengembangan pariwisata yang dikelola masyarakat lokal dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan kehidupan pengelolaan lahan yang selama ini sudah dilakukan oleh petani dan pekebun di kawasan hulu seperti Cianjur dan Bogor," katanya.
Menurutnya, hal tersebut juga akan menolong masyarakat setempat tidak mudah menjual lahannya ke pemilik bisnis yang lebih besar dan menimbulkan eksploitasi pembangunan.
Kemudian, pengembangan daerah resapan juga harus dilakukan di hilir.
Ia turut menyoroti bagaimana banjir tidak selalu terjadi karena limpahan air dari wilayah Bogor atau Cianjur, tapi selalu hal tersebut yang dijadikan alasan banjir terjadi.
"Maka perluasan wilayah resapan juga harus dilakukan di wilayah hilir seperti Bekasi dan Depok, bahkan Jakarta," terangnya.
Terkait masalah izin bisnis yang mungkin berdampak pada eksploitasi pembangunan, ia menyatakan perlunya ada pembatasan. Jeanny mencontohkan bagaimana wilayah hulu seperti Bogor dan Cianjur mengalami eksploitasi besar-besaran untuk kepentingan bisnis.
"Tidak heran kalau wilayah resapannya buruk. Sekali lagi bukan hanya di hulu, penertiban ini juga harus di lakukan di wilayah hilir," jelasnya.
"Karena toh banyak wilayah resapan juga yang hilang eksploitasi pembangunan demi kepentingan bisnis," lanjutnya.
Sementara itu, Sapta menyoroti tata kelola pembangunan di wilayah DAS. Ia mengatakan pengelolaan dan pembangunan DAS harus ditekankan pada lanskap berbasis DAS, bukan wilayah administratif
"Tata ruang di DAS juga harus mengedepankan area resapan air/lindung berhutan di hulu DAS," tuturnya.
"Penting juga review izin-izin pertanahan di hulu DAS dan bantaran sungai sesuai peraturan yang berlaku," imbuhnya.
Ia memberi contoh bagaimana villa-villa di Kawasan Puncak, Bogor yang menyalahi aturan perizinan ditindak dan dibongkar.
(lom/dmi)