Google mengatakan bahwa mereka akan memperluas penggunaan kamera dalam aplikasi pencariannya. Ini menandakan mereka melihat teknologi ini sebagai cara baru orang mencari informasi.
Apple pekan lalu mengumumkan pembaruan pada alat Visual Intelligence-nya yang memungkinkan pengguna mengajukan pertanyaan tentang konten di layar iPhone mereka, selain lingkungan sekitar, dengan menggunakan kamera.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CEO Meta, Mark Zuckerberg, baru-baru ini kembali menegaskan keyakinannya bahwa kacamata pintar dapat menjadi cara baru orang menggunakan teknologi.
"Taruhan besar yang kami miliki di perusahaan ini adalah bahwa banyak cara orang berinteraksi dengan konten di masa depan akan semakin melalui berbagai medium AI, dan pada akhirnya melalui kacamata pintar dan hologram," kata Mark.
Meski terkesan inovatif dan menjanjikan, pengembangan kacamata pintar memiliki tantangan besar yang harus mereka hadapi.
Salah satunya adalah bagaimana para raksasa teknologi ini meyakinkan konsumen untuk menggunakan kacamata pintar sebagai perangkat harian. Hal ini termasuk masalah privasi yang menjadi faktor utama dalam gagalnya Google Glass.
Merekam video dengan kacamata berkamera lebih tersembunyi daripada menggunakan ponsel, meskipun kacamata Meta dan Google dilengkapi dengan lampu di bagian depan untuk memberi tahu orang lain saat pengguna sedang merekam konten.
Tantangan terbesarnya adalah meyakinkan konsumen bahwa mereka membutuhkan perangkat teknologi lain dalam hidup mereka, terutama bagi mereka yang tidak memerlukan kacamata resep. Produk-produk ini harus layak untuk dipakai di wajah sepanjang hari.
Dan perangkat-perangkat ini kemungkinan tidak akan murah. Kacamata Ray-Ban dari Meta biasanya dijual seharga sekitar $300 atau setara Rp4,8 jutaan (dengan asumsi Rp16.313 per 1 dollar AS).
Meskipun harganya tidak semahal headset Apple Vision Pro seharga $3.500 atau sekitar Rp57 juta, hal ini tetap bisa menjadi tantangan karena orang-orang cenderung mengurangi pengeluaran untuk produk teknologi tambahan.
Hal ini tercermin dari menurunnya penjualan smartwatch. Counterpoint Research mengungkap penjualan smartwatch secara global turun untuk pertama kalinya pada Maret.
Menurut mereka, ini bisa jadi sinyal bahwa konsumen tidak lagi menghabiskan banyak uang untuk perangkat yang mereka anggap tidak esensial.
Namun, perusahaan teknologi bersedia mengambil risiko tersebut untuk menghindari ketinggalan dari apa yang mungkin menjadi produk teknologi blockbuster berikutnya.
"Banyak pihak di industri ini percaya bahwa smartphone pada akhirnya akan digantikan oleh kacamata atau sesuatu yang serupa," kata Jitesh.
"Hal itu tidak akan terjadi hari ini. Itu akan terjadi bertahun-tahun dari sekarang, dan semua perusahaan ini ingin memastikan bahwa mereka tidak akan ketinggalan perubahan tersebut," pungkasnya.
(dmi/dmi)