Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyebut aturan khusus yang mengawal teknologi kecerdasan buatan (AI) adalah sebuah urgensi strategis. Potensi dampak yang luas membuat diperlukannya kerangka hukum yang jelas dan adaptif.
"Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) memang sangat pesat dan sudah mulai menyentuh hampir semua aspek kehidupan, dari sektor ekonomi, pertahanan, hingga kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks ini, Komisi I DPR RI memandang regulasi khusus untuk AI sebagai sebuah urgensi strategis," ujar Dave kepada CNNIndonesia, Jumat (4/7).
"Mengingat potensi dampak yang sangat luas, baik positif maupun negatif, maka kebutuhan akan kerangka hukum yang jelas dan adaptif menjadi hal yang mendesak," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dave mengatakan Indonesia agak terlambat dalam menghadirkan aturan semacam itu jika dibandingkan dengan tren global. Ia mencontohkan beberapa negara telah memiliki aturan terkait AI, bahkan negara tetangga sudah mulai menyusun aturan serupa.
Lihat Juga : |
"Negara-negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, hingga tetangga kita di ASEAN pun mulai bergerak cepat menyusun kebijakan terkait AI. Indonesia tidak boleh tertinggal, baik dari sisi kesiapan hukum maupun kesiapan institusional," katanya.
Dave menjelaskan bahwa saat ini Indonesia memiliki beberapa aturan yang bisa dikaitkan dengan teknologi AI, seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Namun, Ia menilai aturan-aturan tersebut belum cukup.
Ia menyebut AI membawa tantangan baru yang belum dijawab oleh regulasi yang ada, seperti isu akuntabilitas algoritma, etika dalam pemanfaatan data, hingga risiko manipulasi informasi lewat deepfake dan disinformasi otomatis.
"Kami di Komisi I telah dan akan terus mendorong kementerian dan lembaga terkait, terutama Kominfo dan BSSN, untuk merumuskan regulasi yang komprehensif namun tetap adaptif terhadap dinamika teknologi," tutur Dave.
"Kami ingin agar pendekatan pemerintah tidak hanya reaktif, tapi juga proaktif dalam menciptakan ruang inovasi yang aman dan bertanggung jawab," pungkasnya.
Terpisah, Guru Besar Ilmu Kecerdasan Buatan (AI) IPB University Yeni Herdiyeni menilai Indonesia perlu segera menyusun Undang-undang khusus yang mengatur pengembangan dan pemanfaatan AI.
Lihat Juga : |
Menurut Yeni, UU mengenai AI saat ini diperlukan menyusul pesatnya perkembangan teknologi ini serta berbagai risiko yang menyertainya, seperti disinformasi, kesalahan algoritma, hingga potensi ancaman terhadap ketahanan nasional.
"Undang-undang itu perlu, karena ini produk teknologi yang bisa berdampak positif dan negatif," ujar Yeni, melansir laman resmi IPB, Sabtu (21/6).
Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, China, Brasil, Kanada, Jepang, hingga Uni Eropa juga sudah mulai menyusun regulasi khusus terkait kecerdasan buatan. Langkah ini mencerminkan keseriusan mereka dalam menghadapi tantangan dan risiko yang ditimbulkan oleh perkembangan akal imitasi.
Ia kemudian mencontohkan bagaimana teknologi AI saat ini mulai digunakan dalam konflik global, serta disalahgunakan dalam konteks politik, seperti pada pemilu untuk memanipulasi opini publik melalui bot dan penyebaran disinformasi.
Menurutnya jika regulasi mengenai AI ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
"Kalau dilihat dari sisi kebijakan pemerintah saat ini mulai dari pendidikan dasar dan menengah akan diberi materi tentang AI. Perlu kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan dan arah pendidikan," katanya.
(lom/mik)