CNN INDEPTH

Dari Tegal ke Texas, Mengapa Tak Ada Satu Pun yang Aman dari Banjir?

Dewi Safitri | CNN Indonesia
Senin, 14 Jul 2025 15:30 WIB
Juli menjadi bukti bahwa tak ada yang benar-benar selamat dari banjir, bahkan yang tadinya dianggap aman.
Banjir melanda daerah Ciledug, Jakarta, Selasa (8/7). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Kerugian ekonomi tahunan rata-rata akibat banjir global mencapai US$388 miliar (Rp6285 triliun) per tahun menurut Kantor PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UN Disaster Risk Reduction).

Banjir adalah komponen bencana alam paling sering terjadi di seluruh dunia, mencapai 40 persen dibanding bencana lain.

UNDRR menyebut banjir sebagai penyebab kerugian ekonomi terbesar di sektor infrastruktur dan komunitas. Perkiraan kerugian dilaporkan mencapai AUD2,2 Miliar (Rp23 triliun) akibat banjir di Australia termasuk akibat bencana Topan Alfred, banjir di NSW serta Queensland yang terjadi April sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan rekapitulasi data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir awal Maret 2025 di Jabodetabek menimbulkan kerusakan dan kerugian senilai hampir Rp1,7 triliun.

Sebagai perbandingan sepanjang 2024, DKI Jakarta menghadapi 1.810 kasus bencana (tidak hanya banjir) dengan total kerugian mencapai Rp442 miliar. Ini menunjukkan terjadi perburukan tingkat keparahan akibat banjir yang diikuti naiknya kerugian akibat bencana tersebut.

Menurut perkiraan Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, kerugian ekonomi langsung akibat banjir tahunan di pesisir Jakarta mencapai Rp2,1 triliun per tahun. Kerugian ini dapat terus meningkat hingga mencapai Rp10 triliun per tahun dalam 10 tahun mendatang jika tidak ada penanganan serius.

Kehilangan daya tarik investasi karena banjir

Laporan ASEAN Weekly Disaster Update periode 30 Juni - 6 Juli 2025 mencatat 28 bencana di wilayah ASEAN, termasuk banjir, tanah longsor, dan badai di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Ini menunjukkan bahwa ancaman cuaca ekstrem adalah fenomena global yang meluas.

Dengan perubahan iklim yang makin parah, ilmuwan menyepakati konsensus perubahan cuaca yang juga makin ekstrem.

Selain curah hujan yang secara tiba-tiba dapat turun dalam debit sangat besar dibanding catatan normal, dampak lainnya dapat berwujud kekeringan akut, topan dan siklon yang makin sering, serta gelombang panas diikuti suhu yang terus naik dari angka normal.

Untuk menghindari jatuhnya korban kerugian maupun jiwa yang terus bertambah tiap tahun, dibutuhkan investasi sangat besar.

Laporan Global Assessment Report (GAR) 2025 dari UNDRR menyebut investasi sistematis adalah kunci. Pendanaan ini penting melibatkan kolaborasi pemerintah, swasta, dan lembaga keuangan internasional, termasuk penggunaan instrumen keuangan inovatif seperti debt-for-resilience swaps dan integrasi ketahanan dalam perencanaan keuangan nasional.

Inggris misalnya, menginvestasikan £2,4 miliar (sekitar Rp52 triliun) untuk tahun 2024-2025 dan 2025-2026 guna membangun, memelihara, dan memperbaiki pertahanan banjirnya.

Hitungan UNDRR menunjukkan tiap dolar dana yang diinvestasikan dalam adaptasi dan ketahanan bencana akan kembali dalam bentuk kegiatan ekonomi senilai US$2-US$10 yang berarti investasi ani-bencana sangat menguntungkan secara ekonomi dan sosial.

Di negara berkembang seperti Indonesia, dana sebesar ini nyaris mustahil didapatkan tanpa campur tangan internasional dan pihak swasta.

Akibatnya pabrik, kantor, toko, pasar, jalan raya, jembatan, perumahan dan lokasi lain yang terendam banjir akan terus mencatatkan kerugian dan pertumbuhan negatif dari tahun ke tahun. Jika dibiarkan, makin lama Indonesia akan makin kehilangan keunggulan komparatifnya sebagai lokasi investasi global.

(stu)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER