HARI HARIMAU INTERNASIONAL

Apakah Harimau Jawa Masih Ada?

CNN Indonesia
Selasa, 29 Jul 2025 14:39 WIB
Tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Harimau Internasional, perayaan tahunan untuk mendorong kesadaran akan konservasi harimau.
Ilustrasi Harimau. Tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Harimau Internasional, perayaan tahunan untuk mendorong kesadaran akan konservasi harimau. (ANTARA FOTO/Maulana Surya)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Harimau Internasional, perayaan tahunan untuk mendorong kesadaran akan konservasi. 

Indonesia sendiri memiliki tiga jenis harimau, yakni Harimau Sumatra (Phantera tigris sumatrae), Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), dan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Sayangnya, saat ini hanya Harimau Sumatera yang masih ada, sementara kedua subspesies lain telah dinyatakan punah.

Namun, asa tanda-tanda kehidupan Harimau Jawa sempat muncul pada 2024 usai peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengeluarkan riset tentang sehelai rambut yang diduga milik Harimau Jawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Helai rambut tersebut ditemukan di pagar pembatas kebun warga di Desa Cipeundeuy, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

"Rambut tersebut ditemukan oleh Kalih Reksasewu atas laporan Ripi Yanuar Fajar yang berpapasan dengan hewan mirip Harimau Jawa yang dikabarkan telah punah, pada malam hari 19 Agustus 2019," kata Wirdateti, peneliti Pusat Riset Biosistematikan dan Evolusi BRIN, mengutip siaran pers BRIN, akhir Maret lalu.

Temuan Wirdateti dan kawan-kawan itu kemudian dipublikasikan dalam jurnal Onyx terbitan Cambridge Universit Press berjudul "Is the Javan tiger Panthera tigris sondaica extent? DNA analysis of a recent hair sample" yang terbit 21 Maret 2024.

Melalui serangkaian analisis DNA, Wirdateti dan tim menyimpulkan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan adalah spesies Panthera tigris sondaica atau Harimau Jawa. Ini termasuk dalam kelompok yang sama dengan spesimen Harimau Jawa koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) pada 1930.

Selain rambut, dari lokasi tersebut juga ditemukan bekas cakaran mirip harimau yang semakin menguatkan tim untuk melakukan penelitian.

Teti menjelaskan, saat identifikasi awal, ia dan tim melakukan studi perbandingan sampel rambut harimau yang ditemukan di Sukabumi Selatan dengan spesimen Harimau Jawa koleksi MZB. Kemudian beberapa subspesies sampel harimau lain, yakni Harimau Bengal, Amur, dan Sumatera, serta macan tutul Jawa.

"Hasil perbandingan antara sampel rambut Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06 persen dengan Harimau Sumatera, dan 96,87 persen dengan Harimau Benggala. Sedangkan spesimen Harimau Jawa koleksi MZB memiliki 98,23 persen kemiripan dengan Harimau Sumatera," jelas dia.

Hasil studi pohon filogenetik juga menunjukkan sampel rambut Harimau Sukabumi dan spesimen harimau koleksi MZB berada pada kelompok yang sama, tapi terpisah dari kelompok subspesies harimau lainnya.

Meski demikian Teti tidak menyimpulkan jika harimau jawa masih ada di alam liar. Ia mengatakan kondisi tersebut masih perlu dikonfirmasi dengan studi genetik dan lapangan lebih lanjut.

Kritik peneliti asing

Penelitian DNA harimau sendiri juga mendapat kritik dari sejumlah peneliti, salah satunya Luo Shu-Jin, ahli genetika evolusioner di Universitas Peking di China.

Luo dan timnya menganalisis ulang data urutan DNA yang disajikan dalam penelitian tersebut dan menemukan kesalahan dan potensi kontaminasi sampel.

"Kesalahan tersebut mungkin disebabkan oleh berbagai alasan yang tidak mungkin dilacak berdasarkan informasi yang diberikan oleh [penulis studi]," kata Luo, dikutip dari Live Science.

"Mempertimbangkan kemungkinan kontaminasi selama produksi sampel rambut harimau yang diduga dan spesimen Harimau Jawa di museum, maka tidak tepat untuk menggunakan sekuens ini untuk menyimpulkan keberadaan Harimau Jawa," tambahnya.

Anubhab Khan, seorang peneliti postdoctoral yang mempelajari genetika harimau di University of Copenhagen di Denmark, juga menganalisis ulang data tersebut.

Ia mengatakan tidak dapat memastikan jika rambut tersebut berasal dari harimau berdasarkan data penelitian tersebut. Namun, dia mengatakan bahwa dia telah berkolaborasi dengan para penulis studi untuk melakukan analisis baru.

"Saya sekarang yakin bahwa rambut tersebut berasal dari harimau; tapi, kami tidak memiliki kemampuan untuk menentukan subspesiesnya," kata Khan.

"Yang kami tahu, sampel tersebut tampaknya adalah salah satu harimau tanah Sunda (jadi bisa jadi harimau Sumatera atau Harimau Jawa atau bahkan Harimau Bali)," ujarnya lagi.

Sementara itu, kepada Antara salah seorang Majelis Perwalian Amanah Forum Konservasi Macan Tutul jawa (Formata) Hariyo T Wibisono mengungkapkan Harimau jawa tidak mungkin masih ada dengan kondisi ekologis saat ini.

"Dia kan secara ekologis enggak mungkin, gak mungkin ada. Jawa ini hutannya sudah terlalu sempit (untuk Harimau jawa)," kata Hariyo, pertengahan April lalu. 

Satu ekor harimau, kata Hariyo, membutuhkan ruang hidup 40 sampai 300 kilometer persegi, sehingga di Pulau Jawa tidak mungkin lagi untuk menjadi habitat Harimau jawa.

Harimau Jawa sebelumnya dinyatakan punah sejak 1980-an dan masuk dalam daftar merah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Hewan ini terakhir kali terlihat di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur pada 1976.

(lmy/vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER