Indonesia saat ini seharusnya memasuki di musim kemarau. Namun, nyatanya banyak wilayah yang masih sering diguyur hujan deras dan bahkan berangin.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat tiga hari pertama di Agustus, hujan lebat hingga ekstrim terjadi di Maluku (205.3 mm/hari), Kalimantan Barat (89.5 mm/hari), Jawa Tengah (83 mm/hari), dan Jabodetabek (121.8 mm/hari).
Padahal, secara kalender klimatologis, seharusnya Agustus ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki fase puncak musim kemarau. Sampai kapan fenomena ini terjadi?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengungkap fenomena hujan di musim kemarau ini kemungkinan besar akan berjalan sampai pergantian musim nanti.
"Seperti yang disampaikan oleh BMKG, kondisi ini menyambung sampai musim hujan kembali," kata Guswanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (6/8).
Guswanto mengungkap hujan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah Indian Ocean Dipole (IOD), atau fenomena iklim yang terjadi di Samudra Hindia, berada pada level negatif (-0,6) dan suhu laut yang hangat menyebabkan suplai uap air meningkat.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa hujan yang turun selama musim kemarau ini tidak dipengaruhi fenomena La Nina.
Sementara itu, pakar Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin pada Juli lalu juga memprediksi curah hujan akan terus tinggi hingga Agustus. Menurutnya, curah hujan pada Agustus bahkan akan lebih tinggi dari Juli.
"Nanti Agustus itu 2 kali lipat hujan yang sekarang. Terjadi di dasarian ketiga. Dasarian ketiga itu berarti tanggal 21 sampai akhir Agustus," katanya dalam sebuah unggahan di media sosial X, Senin (7/7).
Menurutnya, cuaca buruk pada periode Agustus kemungkinan sifatnya lebih merata. Ia mengatakan vorteks akan lebih dekat dengan wilayah Indonesia dan menimbulkan peningkatan intensitas dua kali lipat dibandingkan saat ini.
"Oleh karena itu pemerintah agar bersiap dan memitigasi banjir meluas di Jabodetabek, yang berpotensi menimbulkan kerugian Rp2-10 triliun jika terjadi banjir selama seminggu. Masyarakat agar waspada, terutama yang tinggal di sekitar DAS," tuturnya.
(ldy/mik)