BMKG Bongkar Penyebab Hujan di Bulan Agustus, Ini Pemicunya
Sejumlah wilayah Indonesia masih rutin diguyur hujan selama awal Agustus, yang seharusnya menjadi awal puncak musim kemarau. Lantas, apa penyebab hujan masih turun?
Merujuk catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hujan dengan intensitas ekstrem telah melanda sejumlah provinsi. Tercatat, Bengkulu mengalami curah hujan 160,8 mm/hari pada 1 Agustus, Maluku 203,5 mm/hari pada 3 Agustus, Sumatera Barat 176,5 mm/hari pada 8 Agustus, dan Jawa Barat 254,7 mm/hari pada 9 Agustus.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan kondisi ini selaras dengan prakiraan BMKG tentang meningkatnya curah hujan di awal bulan.
"Hujan yang terjadi di Sejumlah wilayah sekitarnya pada awal Agustus 2025 disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor atmosfer," kata Guswanto saat dihubungi Rabu (6/8).
Lihat Juga : |
Ia menjelaskan peningkatan curah hujan ini dipicu oleh kombinasi fenomena atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang atmosfer, pengaruh tidak langsung bibit siklon tropis 90S dan 96W, sirkulasi siklonik, serta perlambatan dan pertemuan angin di sekitar Indonesia.
Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani, dalam laman resmi BMKG, menambahkan bahwa Indeks Dipole Mode yang saat ini bernilai negatif juga berperan, menandakan aliran massa udara dari Samudra Hindia menuju Indonesia. Menurutnya gabungan faktor dinamika atmosfer tersebut mendorong pertumbuhan awan hujan masif yang berpotensi memicu hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang.
Andri menyampaikan berdasarkan analisis BMKG, potensi hujan sedang hingga lebat disertai kilat/petir dan angin kencang pada 11-13 Agustus 2025 dapat terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Sementara itu, pada 14-16 Agustus 2025, intensitas hujan diperkirakan menurun, namun wilayah Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Papua Pegunungan tetap berpotensi mengalami hujan lebat.
Selain itu, angin kencang berpeluang terjadi di Aceh, Banten, Jawa Barat, Bali, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan, yang dapat memicu gelombang laut tinggi di sekitarnya.
Sampai kapan?
Secara klimatologis, Agustus seharusnya menjadi puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun kenyataannya, hujan masih rutin mengguyur beberapa daerah.
Fenomena ini dikenal sebagai kemarau basah, di mana curah hujan tetap terjadi secara berkala meski sedang memasuki musim kemarau.
Guswanto menjelaskan bahwa kondisi ini masih dalam batas normal secara klimatologis.
"Seperti yang disampaikan BMKG, kondisi ini akan berlanjut hingga musim hujan tiba," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan prediksi curah hujan bulanan menunjukkan anomali yang telah terjadi sejak Mei 2025 ini akan berlanjut hingga Oktober.
"Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat dan hal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan tersebut," jelasnya dalam konferensi pers daring awal Juli lalu.
(dmi/dmi)