Hujan di Musim Kemarau Bakal Makin Deras dan Meluas, Ini Penyebabnya

CNN Indonesia
Kamis, 14 Agu 2025 06:10 WIB
Pakar BRIN Erma Yulihastin prediksi hujan deras meluas di Indonesia meski kemarau. Perubahan iklim dan lautan hangat jadi penyebab utama.
Ilustrasi. Pakar BRIN Erma Yulihastin prediksi hujan deras meluas di Indonesia meski kemarau. Perubahan iklim dan lautan hangat jadi penyebab utama. (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyebut intensitas hujan bakal makin deras dan meluas, meski saat Indonesia berada di tengah musim kemarau. Ia mengatakan hal ini disebabkan wilayah perairan di sekitar Indonesia yang menghangat.

"Hujan deras persisten dan cepat meluas menjadi karakteristik utama hujan harian yang turun selama dasarian Ke-2 Agustus 2025 khususnya di wilayah Jabodetabek," ujar Erma di akun Instagramnya, Selasa (12/8).

"Peningkatan hujan selama dasarian kedua (11-20 Agustus) terjadi karena modulasi hujan yang biasanya dimulai dari pegunungan di selatan Bogor, kini ditambah dengan sistem hujan yg intensif terbentuk di Laut Jawa," tambahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan kedua hal tersebut menyebabkan modulasi hujan berasal dari gunung dan laut, yang akhirnya berpotensi memperparah intensitas hujan di Jakarta.

Menurut Erma pembentukan sistem hujan di Laut Jawa ini tak hanya berdampak pada wilayah Jawa bagian barat, tetapi akan meluas ke Jawa bagian tengah dan timur.

"Imbas pembentukan sistem hujan di Laut Jawa ini bahkan tak hanya terjadi untuk Jawa bagian barat tapi juga Jawa bagian tengah dan timur," tuturnya.

Selain konvergensi, kata Erma, Laut Jawa juga dapat menghasilkan pusaran badai mesovortex yang selama dasarian kedua sedang mengalami fase prakondisi untuk terbentuk pada akhir dasarian kedua Agustus.

"Mesovortex itu kini eksis di Laut Jawa melemah menguat, tapi dia ada karena ada pembentukan sistem konvergensi atau daerah pertemuan angin yang terbentuk di Laut Jawa itu sekarang. Dan nanti puncaknya itu akan pada tanggal 19 atau akhir dasarian ke 2 Agustus itu mesovortex akan besar," jelasnya.

Perubahan iklim

Erma mengatakan anomali iklim yang saat ini terjadi bukan akibat La Nina atau dipole negatif. Ia menyoroti tidak adanya anomali di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, dua samudra yang paling berpengaruh memodulasi dan menciptakan anomali iklim global.

Penyebab anomali iklim yang terjadi di Indonesia, katanya, adalah lautan yang menghangat yang disebabkan oleh perubahan iklim.

"Yang menjadi penyebab adalah warming ocean yang ada di perairan wilayah kita sendiri dan terutama adalah wilayah di Setio (Southeastern Tropical Indian Ocean), kemudian Laut Jawa," terangnya.

Laut yang menghangat ini disebut menghasilkan penguapan yang maksimal dan menyebabkan konvergensi.

Terkait hujan ekstrem yang meluar, Erma menyebut saat ini juga terjadi pembentukan angin-angin yang saling bertabrakan sehingga membentuk pusaran-pusaran angin. Pusaran-pusaran angin tersebut, katanya memiliki skala yang terus membesar bahkan akan menjadi skala meso.

Lebih lanjut, Erma mengatakan kondisi kemarau basah masih akan berlangsung hingga tahun depan, selama tidak ada El Nino atau IOD positif yang bisa mempengaruhi curah hujan.

"Kita akan mengalami kondisi yang mirip-mirip seperti sekarang bahwa musim kemarau itu cenderung wet anomaly of dry season (anomali basah di musim kemarau)," tuturnya.

[Gambas:Instagram]

(lom/dmi)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER