Wilayah Bandung terancam diguncang gempa besar, karena menyimpan energi besar yang ada di Sesar Lembang. Apa buktinya?
Pakar Geologi Gempa Bumi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mudrik R. Daryono menjelasan Sesar Lembang pada dasarnya adalah patahan besar di kerak Bumi yang menjadi jalur pergeseran batuan. Pergeseran ini terjadi lebih banyak mendatar ke arah kiri, sehingga bagian utara dan selatan sesar bergerak saling berlawanan.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukti nyata bisa dilihat dari pergeseran Sungai Cimeta yang telah bergeser sejauh 120 meter, bahkan di beberapa lokasi mencapai 460 meter," kata Mudrik pada Agustus lalu, melansir laman resmi BRIN.
Mudrik menyebut pergerakan Sesar Lembang didominasi oleh pergerakan mendatar.Secara keseluruhan, pergeseran di Sesar Lembang hampir seluruhnya didominasi oleh pergeseran mendatar, yaitu sekitar 80 sampai 100 persen.
"Sedangkan pergeseran naik-turun hanya sekitar 0 sampai 20 persen," tuturnya.
Menurut Mudrik bukti pergeseran sungai dan perubahan tinggi ini, merupakan proses sedikit demi sedikit yang berlangsung ratusan ribu tahun hingga sekarang. Proses sedikit demi sedikit gerak ini adalah gerak dari sesar aktif yang menghasilkan gempa Bumi.
Ia menjelaskan bahwa Sesar Lembang membentang sepanjang hampir 29 kilometer, mulai dari Padalarang hingga kawasan Cimenyan. Sesar ini terletak tidak jauh dari Kota Bandung, tepat di kaki Gunung Tangkuban Parahu.
Selain pergeseran mendatar, terdapat juga pergeseran naik-turun permukaan tanah. Di bagian barat, mulai dari kilometer 0 sampai kilometer 6, permukaannya masih datar. Lalu, muncul perbedaan tinggi hingga sekitar 90 meter sebelum kembali mengecil ke arah timur.
Pergeseran sungai dan perubahan tinggi tersebut, kata Mudrik, adalah proses sedikit demi sedikit yang berlangsung ratusan ribu tahun hingga sekarang. Pergerakan kecil inilah yang menjadi penyebab gempa bumi di wilayah Bandung dan sekitarnya.
Penelitian terbaru menunjukkan Sesar Lembang bergerak dengan kecepatan sekitar 1,9 hingga 3,4 milimeter setiap tahun. Meskipun terlihat sangat kecil, pergeseran yang terus berlangsung ini, bila terakumulasi selama ratusan tahun, dapat memicu terjadinya gempa bumi.
"Hal ini terbukti dari hasil penelitian paleoseismologi melalui penggalian parit di kilometer 11,5, yang menemukan adanya pergeseran setinggi 40 sentimeter. Di mana, bagian selatan sesar terangkat dibanding sisi utara. Pergeseran sebesar itu menjadi bukti nyata bahwa di masa lalu pernah terjadi gempa dengan kekuatan sekitar Magnitudo 6,5 hingga 7," katanya.
"Perkiraan ini juga sejalan dengan panjang Sesar Lembang yang mencapai 29 kilometer, yang memang berpotensi menghasilkan gempa dengan besaran tersebut," lanjut dia.
Berdasarkan kajian paleoseismologi, Sesar Lembang terakhir kali 'pecah' pada abad ke-15, sekitar 1450 hingga 1460-an.
Mudrik menyebut gempa besar Sesar Lembang berulang dalam rentang waktu 170 hingga 670 tahun, sehingga secara teori berpotensi 'pecah' paling lambat pada tahun 2170 yang mengancam wilayah Bandung dan sekitarnya.
"Jika mengacu pada siklus ulang gempa besar yang telah diperkirakan, maka secara teoritis gempa besar berikutnya dapat terjadi paling lambat sekitar tahun 2170. Artinya, secara waktu, perkiraan, siklus ini sudah relatif dekat dengan masa sekarang," ujarnya.
Mudrik menjelaskan penelitian paleoseismologi atau kajian jejak gempa purba menunjukkan bahwa Sesar Lembang telah memicu gempa besar beberapa kali di masa lalu.
Peristiwa termuda diperkirakan terjadi pada abad ke-15. Kemudian, terdapat bukti gempa sekitar 60 tahun sebelum Masehi yang meninggalkan jejak pergeseran setinggi 40 sentimeter.
Jauh sebelum itu, ditemukan pula jejak gempa purba sekitar 19 ribu tahun lalu. Berdasarkan catatan ini, para ahli memperkirakan gempa besar di Sesar Lembang berulang dalam rentang waktu 170 hingga 670 tahun.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa angka tersebut hanyalah gambaran rentang waktu dan bukan kepastian kapan gempa akan benar-benar terjadi.
Sesar Lembang bukan sekadar garis patahan di peta, melainkan sistem geologi aktif yang keberadaannya dapat terlihat jelas di lapangan. Bukti pernah terjadinya gempa dengan Magnitudo 6,5-7 juga tampak dari hasil uji parit di kilometer 11,5.
(lom/dmi)