Komdigi: Blokir IMEI untuk Lindungi Ponsel Hilang, Bukan Balik Nama

CNN Indonesia
Sabtu, 04 Okt 2025 15:38 WIB
Ilustrasi. Komdigi sebut pemblokiran IMEI bukan balik nama seperti beli kendaraan bekas. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memberikan klarifikasi terkait wacana layanan pemblokiran dan pendaftaran ulang IMEI. Layanan ini disebut bukan aturan balik nama ponsel seperti pada kendaraan bermotor.

"Kami perlu meluruskan, tidak benar jika seolah-olah Kemkomdigi akan mewajibkan setiap ponsel memiliki tanda kepemilikan seperti BPKB motor," kata Dirjen Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni dalam keterangannya, Sabtu (4/10)

Menurutnya, hal itu lebih bersifat sukarela. Siapa saja yang ingin mendapatkan perlindungan di ponselnya boleh melakukan pendaftaran.

"Ini sifatnya sukarela, bagi yang ingin mendapatkan perlindungan lebih jika ponselnya hilang atau dicuri. Wacana ini adalah tindaklanjut dari aspirasi masyarakat yang identitasnya kerap kali disalahgunakan saat HP hilang atau dicuri," katanya.

Wayan menyebut International Mobile Equipment Identity (IMEI) berfungsi sebagai identitas perangkat resmi yang telah terdaftar di sistem pemerintah.

Dengan sistem ini, ponsel hasil tindak pidana bisa diblokir sehingga tidak lagi memiliki nilai ekonomis bagi pelaku kejahatan. Sebaliknya, konsumen yang membeli perangkat legal dapat merasa lebih aman dan nyaman.

Selain itu, IMEI juga disebut bermanfaat untuk mencegah peredaran ponsel ilegal (BM), melindungi konsumen dari penipuan, memastikan kualitas dan garansi resmi, serta membantu aparat mengurangi tindak kriminal pencurian ponsel.

"Dengan IMEI, masyarakat bisa lebih tenang. Kalau ponsel hilang atau dicuri, perangkat bisa dilaporkan dan diblokir. Kalau ditemukan kembali, bisa diaktifkan lagi. Jadi ini bukan beban baru, melainkan perlindungan tambahan untuk masyarakat," terang Wayan.

Lebih lanjut, Wayan menjelaskan wacana ini masih dalam tahap menerima masukan dari masyarakat, belum dibahas di level pimpinan.

"Direktur kami menyampaikan hal ini dalam forum diskusi akademik di ITB, tujuannya untuk mendengar masukan dari para akademisi, praktisi, dan masyarakat sebelum ada keputusan lebih lanjut," tuturnya.

Komdigi menegaskan bahwa wacana kebijakan blokir IMEI secara sukarela ini adalah upaya melindungi konsumen dan menjaga keamanan ekosistem digital Indonesia, bukan menambah aturan birokratis yang memberatkan masyarakat.

Sebelumnya, Komdigi mengungkap wacana jual beli Hp second akan memerlukan verifikasi identitas. Proses verifikasi ini dianalogikan seperti proses balik nama jual beli sepeda motor.

Hal tersebut disampaikan Adis Alifiawan, Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standarisasi Infrastruktur Digital Komdigi, dalam acara 'Diskusi Publik Akademik: Perlindungan Konsumen Digital Melalui Pemblokiran IMEI Ponsel Hilang/Dicuri' yang digelar di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Senin (29/9).

"Hp second itu kita harapkan nanti juga jelas, seperti kita jual beli motor, ada balik namanya, ada identitasnya," kata Adis dalam paparannya, dikutip dari akun YouTube Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, Selasa (30/9).

"Hp ini beralih dari atas nama A menjadi nama B, agar menghindari penyalahgunaan identitas," lanjut dia.

Saat dihubungi lebih lanjut, Adis menekankan bahwa layanan pemblokiran IMEI ini bersifat opsional. Artinya, tidak semua orang wajib mengikuti layanan ini.

Ia menjelaskan mekanisme pemblokiran dilakukan mandiri oleh pemilik ponsel. Pemilik ponsel dapat mendaftarkan perangkatnya secara online dan kemudian sistem akan melakukan verifikasi.

Jika pemilik ponsel tervalidasi, maka ia telah telah terdaftar untuk layanan blokir IMEI ponsel hilang dan dicuri. Ketika perangkat ponsel berpindah tangan secara sah seperti transaksi jual beli, kata Adis, maka pemilik lama cukup menghentikan atau unreg layanan blokir atas perangkatnya.

Dengan demikian, pemilik baru dapat melakukan registrasi layanan blokir IMEI menggunakan data miliknya atas perangkat tersebut.

"Prinsipnya, layanan ini memberi kepastian bahwa perangkat legal tetap bisa dipakai, sementara perangkat hasil tindak pidana bisa dicegah peredarannya," tutur Adis, saat dihubungi Kamis (2/10).

(lom/tis)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK