Para 'Crazy Rich' dan Ilmuwan Bangun Bunker Mewah, Apa Tujuannya?

CNN Indonesia
Rabu, 15 Okt 2025 08:55 WIB
Ilustrasi. Sejumlah 'crazy rich' dan ilmuwan mulai membangun bunker mewah dalam beberapa tahun terakhir, yang disebut-sebut sebagai persiapan menghadapi 'kiamat'. (Foto: REUTERS/STAFF)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah 'crazy rich' dan ilmuwan mulai membangun bunker mewah dalam beberapa tahun terakhir, yang disebut-sebut sebagai persiapan menghadapi 'kiamat'.

Salah satu orang super kaya yang sedang membangun bunker mewah itu adalah CEO Meta Mark Zuckerberg. Ia dikabarkan membangun bunker di Pulau Kauai, Hawaii yang pembangunannya bakal menelan biaya hingga ratusan juta dollar.

Menurut laporan Wired beberapa waktu lalu, perencanaan dan pembangunan kompleks seluas 1.400 hektar tersebut diselimuti kerahasiaan. Properti yang dikenal sebagai Koolau Ranch ini, menurut dokumen perencanaan, akan memiliki bunker seluas 464 meter persegi, memiliki pasokan energi dan makanan sendiri, dan jika digabungkan dengan harga pembelian tanah, akan menelan biaya lebih dari US$270 juta (setara Rp4,1 triliun).

Dari dokumen rancangan dan sumber yang mengetahui pembangunannya, kompleks ini memiliki lebih dari selusin bangunan dengan 30 kamar tidur dan 30 kamar mandi. Kompleks berpusat di sekitar dua rumah besar dengan total luas lantai yang setara dengan lapangan sepak bola profesional (5.295 meter persegi), yang terdiri dari beberapa lift, kantor, ruang konferensi, dan dapur berukuran industri.

Pembangunan kompleks dan bunker anti-kiamat ini disebut menelan biaya yang menyaingi proyek konstruksi pribadi terbesar dalam sejarah manusia. Izin mendirikan bangunan menyebutkan harga untuk konstruksi utama sekitar US$100 juta, di samping US$170 juta untuk pembelian tanah, tetapi ini mungkin terlalu kecil.

Biaya pembangunan di pulau terpencil ini masih lebih tinggi daripada sebelum pandemi.

Namun, saat dikonfirmasi apakah ia sedang membuat 'bunker kiamat', Zuckerberg membantah dengan tegas. Menurutnya ruang bawah tanah seluas 465 meter persegi itu hanya sebuah ruang perlindungan layaknya basement biasa.

Melansir BBC, ada juga spekulasi yang menyebutkan bahwa para orang-orang super kaya, khususnya di bidang teknologi, mulai sibuk membeli lahan-lahan luas dengan ruang bawah tanah yang siap diubah menjadi bunker mewah.

Reid Hoffman, salah satu pendiri LinkedIn, pernah menyebut bahwa konsep bunker merupakan 'asuransi kiamat'. Menurutnya, sekitar setengah dari orang-orang super kaya memiliki hal ini, dengan Selandia Baru menjadi lokasi favorit.

Para orang-orang super kaya ini membangun bunker mewah bukan hanya untuk berlindung dari ancaman bencana alam dan krisis iklim, tapi mereka juga cemas dengan perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang bisa menjadi ancaman eksistensial.

Ilya Sutskever, ilmuwan utama dan salah satu pendiri OpenAI, pernah menyarankan agar perusahaan-perusahaan membangun tempat perlindungan bawah tanah untuk para ilmuwan.

Sutskever dalam sebuah rapat sempat menyarankan agar perusahaan membangun bunker bawah tanah sebelum teknologi artificial general intelligence (AGI), yang merupakan titik di mana mesin AI sudah mampu menandingi kecerdasan manusia, dirilis ke publik.

"Kami pasti akan membangun bunker sebelum meluncurkan AGI," kata Sutskever.

Omong kosong

Tak semua ilmuwan memercayai ancaman AGI itu nyata. Neil Lawrence, profesor Universitas Cambridge menilai wacana mengenai AGi terlalu berlebihan dan ancaman tersebut omong kosong.

"Konsep Kecerdasan Buatan Umum (Artificial General Intelligence) sama absurdnya dengan konsep 'Kendaraan Buatan Umum'," ujarnya.

"Kendaraan yang tepat bergantung pada konteks. Saya menggunakan Airbus A350 untuk terbang ke Kenya, saya menggunakan mobil untuk pergi ke universitas setiap hari, saya berjalan kaki ke kantin. Tidak ada kendaraan yang bisa melakukan semua hal ini," lanjut dia.

Bagi dia, pembicaraan tentang AGI hanyalah gangguan. Menurutnya kekhawatiran orang-orang mengenai teknologi ini karena narasinya yang terlalu dilebih-lebihkan.

"Kekhawatiran besarnya adalah kita begitu terpesona oleh narasi besar teknologi tentang AGI sehingga kita melewatkan cara-cara di mana kita perlu membuat hal-hal menjadi lebih baik bagi orang-orang."

(dmi/dmi)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK