Kenapa Cuaca Ekstrem Makin Sering dan Sebabkan Bencana? Ini Jawabannya

CNN Indonesia
Selasa, 02 Des 2025 10:05 WIB
Banjir bandang dan tanah longsor melanda Aceh, Sumut, dan Sumbar, menyebabkan 442 korban jiwa. Cuaca ekstrem dan perubahan iklim jadi penyebab utama.
Sebuah studi dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) pada tahun 2023 menunjukkan pemanasan global membuat frekuensi hujan menjadi lebih sering dengan intensitas yang lebih deras. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Sebuah studi dari Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) pada tahun 2023 menunjukkan pemanasan global membuat frekuensi hujan menjadi lebih sering dengan intensitas yang lebih deras.

"Studi kami menegaskan bahwa intensitas dan frekuensi hujan lebat yang ekstrem meningkat secara eksponensial seiring dengan meningkatnya pemanasan global," kata Max Kotz, penulis utama studi yang terbit di Journal of Climate.

Studi ini sesuai dengan teori fisika hubungan klasik Clausius-Clapeyron pada 1834, yang menyatakan udara yang lebih hangat dapat menahan lebih banyak uap air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Model iklim terkini memberikan hasil yang bervariasi dalam hal seberapa kuat skala curah hujan ekstrem dan hubungannya dengan pemanasan global. Namun model-model ini cenderung meremehkan peningkatan curah hujan sebagai dampak pemanasan global.

"Dampak iklim terhadap masyarakat telah dihitung dengan menggunakan model iklim. Sekarang temuan kami menunjukkan bahwa dampak ini bisa jadi jauh lebih buruk yang kita duga. Curah hujan ekstrem akan lebih deras dan lebih sering terjadi. Masyarakat harus bersiap untuk hal ini," kata kepala departemen PIK dan penulis studi Anders Levermann.

Laut 'mendidih'

Pada awal Oktober lalu, mantan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkap bahwa suhu air laut perairan Indonesia yang semakin hangat memicu cuaca ekstrem menjadi lebih parah.

Ia menjelasakan, suhu muka air yang hangat akan membuat penguapan menjadi lebih cepat. Akselerasi siklus hidrologi ini membuat awan-awan yang terbentuk semakin masif dan cepat.

Tidak hanya mempercepat siklus hidrologi, permukaan air yang hangat akan menyebabkan kesenjangan suhu dengan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.

"Jadi perbedaan suhu muka air laut antara Samudera Hindia dengan kepulauan Indonesia, maka terjadilah aliran massa udara basah dari Samudera Hindia ke Indonesia," kata Dwikorita dalam acara Insight with Desi Anwar di CNN Indonesia, Minggu (5/10).

"Demikian juga, dari Samudera Pasifik ke Indonesia," tambahnya.

Massa udara basah ini dari kedua samudera ini, kata Dwikorita, akan semakin menguatkan proses pembentukan awan-awan di wilayah Indonesia.

Ketika wilayah perairan Indonesia semakin hangat, proses pembentukan awan juga semakin masif. Kondisi cuaca ekstrem ini juga bisa diperparah oleh fenomena regional seperti Madden-Julian Oscillation.

"Belum lagi kalau secara regional, ada Madden-Julian Oscillation yaitu pergerakan arak-arakan awan hujan sepanjang khatulistiwa melintasi Samudera Hindia dari sebelah timur Afrika," terangnya.

Infografis Data Terbaru Dampak Banjir di Aceh, Sumut dan SumbarData Terbaru Dampak Banjir di Aceh, Sumut dan Sumbar. (Foto: CNN Indonesia/ Firly Ariady)

(dmi/dmi)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER